Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

In Memoriam Uskup Prajasuta, MSF: "Uskup yang Bersemangat Muda"

15 Oktober 2020   11:27 Diperbarui: 15 Oktober 2020   11:37 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uskup F.X. Prajasuta, MSF didampingi Pastor Frans Kabrahanubun, MSC saat berkunjung ke Stasi St Yoseph Surian (Foto: Dokumentasi pribadi)

 

Tanggal 28 Juli 2015, awan gelap melingkupi hati umat di Keuskupan Banjarmasin. Berita 'lelayu' yang menyampaikan kepergian Mgr. F.X. Prajasuta, MSF begitu cepat menyebar melalui media sosial dan SMS. Ada banyak pihak maupun perseorangan yang mengungkapkan rasa kehilangan yang begitu mendalam dengan caranya masing-masing.

Uskup Prajasuta, demikian beliau lebih sering disapa oleh banyak orang. Pembawaannya yang sederhana, murah senyum, dan ramah menjadikan siapapun dengan mudah akrab dengan pribadi beliau. Pun kepiawaiannya mencipta lagu juga telah menginspirasi banyak umat untuk menjadi pribadi-pribadi yang gembira dan selalu mengucap syukur setiap hari. Dan lagu "Hati Baru" adalah salah satu lagu favorit yang selalu dinyanyikan dalam Misa, ibadah lingkungan, maupun dalam pertemuan-pertemuan umat.

Menyusuri Lebatnya Hutan Karet Surian

Pengalaman bersama Bapak Uskup lainnya saya alami secara kebetulan. Ketika itu saya sedang mengadakan perjalanan turne seorang diri dari satu paroki ke paroki lainnya di Keuskupan Banjarmasin. Saya melakukannya untuk pembuatan dokumentasi sekaligus mengumpulkan bahan-bahan materi buku kenangan Pesta Perak Mgr. Prajasuta, MSF dan buku kenangan tahbisan Mgr. Petrus Timang.

Perjalanan saya awali pada hari Kamis, 21 Agustus 2008. Minggu malam, 24 Agustus 2008 saya tiba di Paroki Ave Maria Tanjung. Sebelum tidur saya mendapat kabar dari Pastor Frans Kabrahanubun, MSC (Pastor Paroki Ave Maria Tanjung), bahwa Bapak Uskup akan berkunjung ke Stasi St. Yoseph Surian keesokan harinya.

Bapak Uskup sendiri tiba di Biara Susteran SPM Tanjung (terletak dalam komplek Paroki Ave Maria Tanjung) sekitar pukul 16.00 WITA pada Senin, 25 Agustus 2008. Setelah beristirahat sejenak, rombongan segera berangkat menuju Stasi Surian yang terletak + 25 km dari pusat paroki. Pastor Frans Kabrahanubun mengiringi perjalanan kami dengan sepeda motor Suzuki TS-nya, menyusuri jalanan beraspal yang kanan kirinya ditumbuhi oleh pepohonan karet.

Di sepanjang perjalanan, Bapak Uskup sering melontarkan anekdot-anekdot yang membuat kami semua tertawa gembira. Suatu ketika beliau berujar kepada 3 orang suster PRR yang ikut serta, "Suster-suster tahu tidak, di sini banyak pembalap?" Karena tidak ada yang bisa menjawab, spontan Bapak Uskup menimpali, "Pemuda berbadan gelap!". Sontak para suster tertawa.

Di lain waktu Bapak Uskup berkisah, "Saya ini bisa menyeberang lautan, berjalan di atas air tapi tidak tenggelam!". Seorang suster menyahut, "Wow, itu mukjizat Bapak Uskup!". Tapi lagi-lagi Bapak Uskup melanjutkan kata-katanya yang tadi nampaknya belum selesai, "... tapi naik Ferry," ujar beliau sambil tertawa kembali.

Setibanya di halaman depan Gereja Stasi St. Yoseph Surian, kami turun dari mobil. Ketika itu kami menyaksikan bahwa umat Katolik di stasi ini sedang bergotong royong membangun Biara Susteran PRR yang lokasinya terletak tak jauh dari bangunan Gereja.

Umat di sini tampak antusias dan bersemangat. Mulai dari anak kecil hingga orang tua, semuanya terlibat di dalam karya ini. Mereka mengangkut material bangunan seperti pasir dan batu dari halaman depan Gereja menuju lokasi Biara.

"Kalian pasti bisa, kalian pasti mampu. Saya percaya Biara Susteran ini akan selesai Oktober 2008 nanti, karena akan diberkati Uskup Larantuka," begitulah ucapan Bapak Uskup mengobarkan semangat umatnya.

Sejak kedatangan kami, Bapak Uskup menyalami setiap orang dengan begitu ramah, bahkan beliau menyempatkan diri untuk berfoto bersama di depan Gereja dengan anak-anak di Stasi Surian. Bapak Uskup tampak hangat merangkul dan menyalami anak-anak kecil ini satu persatu, sebuah perhatian yang mengisyaratkan jiwa kebapaan beliau yang begitu mendalam.

Tak terasa hari hampir menjelang malam. Bapak Uskup segera mengajak kami kembali ke Paroki Tanjung. Kijang warna biru yang membawa kami pun beranjak berlahan meninggalkan Desa Surian dengan berjuta kesan. Di sepanjang jalan, kami melihat lambaian tangan umat setempat yang tampak gembira mendapat kunjungan dari Bapak Uskup hari itu.

Di sebuah rumah, Bapak Uskup mengajak singgah sebentar untuk mengunjungi salah seorang umat Surian. Bapak Uskup segera menanyakan keadaan salah seorang anaknya yang dikabarkan sakit beberapa waktu sebelumnya.  Anak yang dimaksud Bapak Uskup pun keluar, dan Bapak Uskup segera mengajaknya berdoa bersama. Jujur saja, saat itu saya merasa terharu!

Pulang ke Banjarmasin, Rela Tertidur di Jok Belakang

Setibanya di Tanjung, kami semua dijamu makan malam oleh suster-suster SPM. Setelah itu kami beristirahat. Pukul 03.00 subuh, kami bersiap-siap untuk kembali ke Banjarmasin. Setelah menikmati minuman hangat, kami berpamitan dengan Sr. Valentine, SPM dan Sr. Robertha, SPM.

Saya dipersilahkan Bapak Uskup untuk duduk di depan, sedangkan Bapak Uskup memilih kursi tengah. Pukul 03.15 WITA mobil meluncur melintasi jalanan yang dingin dan lengang. Tikungan demi tikungan kami lewati, sekali waktu saya tertidur, lalu terbangun lagi, begitu seterusnya.

Dalam suatu kesempatan, saya memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Dan hati saya makin kagum manakala saya melihat Uskup Prajasuta, MSF tertidur pulas di kursi mobil. Beliau benar-benar rendah hati dan sungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai Gembala dengan sebaik mungkin.

Meski usianya mulai beranjak senja, namun beliau masih menjalankan tugasnya dengan semangat muda! "Apa ada ya Uskup jaman sekarang yang seperti beliau? Yang rela tidur di jok mobil dalam perjalanan di tengah pagi buta? Bukankah semestinya beliau saat ini masih tidur di kamar dan baru meneruskan perjalanan esok hari?" ucap saya membatin.

Terimakasih Bapak Uskup atas pengalaman dan kebersamaan yang boleh saya alami. Terimakasih sudah memberikan telada yang begitu berharga bagi saya sebagai orang muda. Doakan kami Monsinyur, doakan kami yang masih berjuang dan berziarah di dunia ini.

Bersambung pada tulisan berikutnya dengan judul "Meneladani Uskup Prajasuta"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun