Tentu tidak mudah merubah paradigma masyarakat Indonesia yang pada zaman itu sudah "terbiasa" dengan siklus tahun ajaran baru, yang selalu "dimulai" di awal Januari dan berakhir di bulan Desember pada tahun yang sama.
Beberapa rekan sesama pejabat pun ternyata ada yang "menentang" kebijakan Daud Jusuf kala itu. Kebijakan yang di kemudian hari kita warisi hingga saat ini. Jika dihitung secara matematis, kebijakan tersebut "bertahan" selama 41 tahun berturut-turut! Sebuah angka fantastis untuk sebuah kebijakan.
Prof. Sunarjo -- Menteri Dalam Negeri masa itu, adalah salah satu rekan pejabat yang juga tidak setuju dengan kebijakan Daud Jusuf. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin juga menyampaikan aspirasi senada.
Apakah Daud Jusuf mundur? Ternyata tidak! Dia tetap "keukueh" dengan ide briliannya tersebut. Alhasil dikeluarkanlah "kebijakan" untuk mengundurkan kelulusan sswa sekaligus perpanjangan pembelajaran untuk mengisi waktu tunggu selama hampir 1 semester.
Daud Jusuf ternyata punya beberapa pertimbangan untuk memfinalisasi kebijakan awal tahun ajaran baru di bulan Juli kala itu, yang mulai efektif diberlakukan pada 1979.Â
Salah satunya ada pemikiran visioner beliau dengan memerhatikan fakta bahwa tahun ajaran baru di luar negeri rata-rata dimulai di bulan Juni. Sehingga bila ada siswa Indonesia yang berniat melanjutkan studi ke luar negeri, maka prosesnya akan menjadi lebih mudah. Kebayang kan kalau tahun ajaran di Indonesia dimulai di Januari?
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bila semua lembaga, instansi, dan perkantoran selalu membuat laporan akhir tahun; termasuk di lembaga pendidikan di akhir Desember.Â
Tentu kewajiban itu akan menjadi beban tersendiri bila tahun ajaran baru dimulai di awal tahun berikutnya. Persiapan detik-detik menuju tahun ajaran baru pun akan terasa "mepet" dan tergesa-gesa.
 Diskon SPP dan Pembelajaran Online
Salah satu kebijakan lain yang ditempuh di era Daud Jusuf kala itu adalah diskon SPP siswa sebesar 50%! Apa pendapat Anda jika seandainya dalam masa pandemi covid-19 ini, Kemendikbud kemudian memberlakukan "diskon" SPP, pengunduran kelulusan siswa secara sah sampai akhir 2020, dan melanjutkan pembelajaran online selama 1 semester ke depan?
Tentu sekolah negeri dan sekolah swasta akan punya pendapat yang "tak selalu akur" jika wacana di atas kemudian mengemuka di seantero Indonesia. Terutama adalah isu yang berkaitan dengan diskon SPP tadi, dimana sekolah swasta "pasti" tidak akan menyetujuinya dengan berbagai sebab dan alasan.