Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

[Polling] Kisah Kue Kering Lebaran: Penunjuk 'Status Sosial" hingga Pilihan Kreasi di Masa Pandemi

15 Mei 2020   22:46 Diperbarui: 15 Mei 2020   23:22 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila menengok ke masa silam, tepatnya di zaman penjajahan Belanda, hidangan kue kering tentu menjadi salah satu menu makanan yang disajikan oleh para pejabat Belanda untuk para tamunya yang berkunjung ke kediaman mereka. Sajian tersebut sekaligus menjadi ciri atau menunjukkan "status sosial" seseorang di masyarakat.

Beberapa kue kering yang populer di Indonesia saat ini pun setelah ditelusuri lebih lanjut adalah resep asli Belanda. Dua diantaranya adalah kastengel dan nastar.

Nama asli kastengel seperti dilansir intisari.grid.id adalah kaasstengels, asal kata dari kaas (keju) dan stengels (batangan); sehingga secara harfiah kata kastengel berarti kue keju batangan. Bentuk kue ini di Negeri Kincir Angin sana sangat berbeda dengan bentuk yang biasa  kita jumpai di Indonesia. Di negeri asalnya, kue kastengel panjangnya bisa mencapai 30 sentimeter lebih, sedang di Indonesia dibuat berukuran kecil sekitar 4 sentimeter.

Sedangkan nastar juga merupakan salah salah satu resep asli Belanda lainnya yang populer di Indonesia. Nastar berasal dari kata ananas dan taart. Gabungan kedua kata tersebut kemudian dilafalkan menjadi nastar. Awalnya jenis kue yang satu ini terinspirasi dari kue pie khas Eropa yang biasanya dibuat dalam satu loyang besar berisi selai strawberry, blueberry, atau apel.

Di masa lalu, kedua jenis kue ini hanya disajikan oleh para bangsawan atau kaum priyayi, dan juga orang-orang kaya pada zamannya. Namun seiring berjalannya waktu, resep kue ini akhirnya merakyat dan tersebar secara luas.

Menurut Tintin Rayner -- penulis buku resep Simple & Moist Cake, seperti dikutip m.cnnindonesia.com, baik kastengel maupun nastar ini memang cocok dan akrab di lidah orang Indonesia, sehingga kemudian dapat kita jumpai dengan mudah pada semua perayaan hari besar keagamaan yang ada, salah satunya saat Hari Raya Lebaran.

Khong Guan: Kue Mewah pada Zamannya

Saya mengenal kue kering dalam kaleng bermerek Khong Guan saat masih duduk di bangku sekolah dasar, sekitar tahun 1987. Saya mendapatkan kue ini bersama "kado Lebaran" lainnya dari almarhum Kakek saya.

Saat masih tinggal di Desa Ngrayung, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban -- Jawa Timur, saya cukup akrab dengan berbagai kue kering tradisional yang tersedia di pasaran. Beberapa jenis kue kering pada masa itu antara lain: kue gapit/jepit, kue semprong, kue kembang goyang, kerupuk gendar, kue satru/satu, kue emprit, kue untir-untir/tambang wijen, kue kuping gajah, dan pia kacang hijau.

Beberapa kue kering yang saya sebutkan di atas, mungkin saat ini agak sulit dijumpai di pasaran; karena sudah tergeser trend kue-kue kering moderen saat ini. Sebut saja misalnya kue kastengel, kue nastar, kue putri salju, kue lidah kucing, kue sus kering keju, brownies kering, dan lain sebagainya.

Meski saat ini ada begitu banyak jenis kue kering yang beredar, namun saya pribadi masih tetap menyukai beragam kue kering 'jadoel' yang saya sebutkan di atas. Bila saya menemukannya saat berkunjung halal bihalal Lebaran, maka jenis-jenis kue jadoel itu akan menjadi "prioritas" untuk saya nikmati. Rasanya yang khas tidak saja nikmat di lidah, namun juga di setiap kunyahannya, saya seolah-olah dibawa melintasi waktu beberapa puluh tahun yang lalu.

Di masa lalu, kue satru, kue gapit, kue kuping gajah, dan kue pia kacang hijau adalah empat jenis kue favorit yang paling sering dijadikan oleh-oleh oleh Ibu sepulang berbelanja di pasar.

Sedangkan kue kering kalengan merek Khong Guan, menjadi sajian "mewah" kala itu. Harganya memang masih cukup mahal, sehingga saya baru bisa menikmatinya saat hari Lebaran tiba. Bagi saya, bisa menikmati Khong Guan di zaman itu adalah sebuah "kemewahan."

Kue Kering Toko versus Kue Kering Rumahan

Di masa pandemi covid-19 ini, ada begitu banyak dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat kita. Karena pemberlakuan aktivitas bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona, maka ada banyak kreativitas yang kemudian lahir secara spontan.

Lihat saja misalnya melalui tayangan berbagai tutorial di instagram; mulai dari tutorial belajar, hingga masak-memasak di dapur, semua tersedia dan mudah dipraktikkan oleh siapa saja. Diantara tutorial tersebut terdapat petunjuk praktis membuat berbagai jenis kue kering.

Bila di masa lalu pembuatan kue kering selalu identik dengan alat dapur bernama oven atau microwave; maka sekarang pakem itu sudah tidak berlaku lagi. Pasalnya ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menghasilkan kue kering yang lezat tanpa kedua jenis alat di atas.

Alat yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kue kering di masa pandemi adalah panci teflon, sarangan panci kukus, dan tutupnya. Istri saya sendiri sudah mempraktikkan di rumah dan hasilnya tidak mengecewakan.

Proses pembuatan adonan kue yang tersedia di instagram pun mudah diikuti step by step. Jika kita sudah mahir membuat jenis kue kering tertentu, maka kita dapat melakukan kreasi sesuka hati untuk pembuatan kue sejenis di saat yang lain.

Waktu yang diperlukan rata-rata untuk membuat satu jenis kue kering yang disajikan untuk 2 orang hanya memakan durasi sekitar 30 menit saja. Cukup mudah dan praktis, dengan bahan-bahan yang bisa diperoleh di pasaran dengan harga terjangkau.

Bila tidak mau repot, kita bisa saja membeli aneka kue kering yang dijual di pasar tradisional, toko kue, hingga mall. Saat ini pun ada begitu banyak penjual kue kering "online" yang siap sedia melakukan proses pengantaran hingga sampai di tujuan.

Hasil Polling Tentang Kue Kering Kesukaan

Sahabat saya yang bernama Nisa (31 tahun) memilih kue putri salju sebagai kue favorit. "Saya menyukai kue ini karena ada taburan gulanya yang manis seperti saya," ujarnya singkat. Sedangkan Rini (33 tahun) dan Misla (30 tahun) juga sama-sama memilih jenis kue yang satu ini. Atmajaya (29 tahun) juga sangat menggandrungi jenis kue ini. "Pokoknya mantap rasanya!". Kue putri salju juga dijadikan kue sajian utama oleh Layinah saat Hari Raya Idul Fitri. "Keluarga saya biasanya juga menyediakan kue semprit dan kue bawang. Kedua kue ini gurih, renyah, dan pas sekali dijadikan cemilan saat santai bersama."

Sementara itu Nani (30 tahun) menilai bahwa semua kue kering sama saja, yang terpenting adalah rasanya yang renyah, lembut, dan lumer di lidah dengan sensasi manis yang pas.

Pendapat berbeda disampaikan Sabrina (28 tahun) yang memilih kue nastar sebagai kue pilihan. "Rata-rata semua orang yang bertandang ke rumah saat Lebaran menyukai jenis kue ini. Apalagi nastar yang kami sajikan di rumah spesial diisi selai home made yang rasanya maknyus." Muliyana (23 tahun) juga sependapat dengan Sabrina. "Saya biasanya membeli kue nastar yang sudah jadi. Dan saat Lebaran tiba, jenis kue kering lainnya yang selalu tersedia adalah kue kembang goyang dan kue bawang. Saya menyukai kedua jenis kue ini sejak saya masih anak-anak."

Ely (29 tahun) dan Dita (30 tahun) sangat menyukai kue kering jenis kastengel. "Kue yang satu ini terbuat dari keju dan rasanya pasti gurih." Rafikah (42 tahun) mempunyai alasan mengapa jatuh cinta dengan jenis kue yang satu ini. "Sebenarnya sih tidak terlalu favorit, tapi saya memang sangat menyukai jenis kue yang asin dan gurih." Dan Nina (33 tahun) lebih memilih lidah kucing sebagai kue kering terfavorit karena rasanya yang renyah dan pecah di lidah.

Selain beragam kue kering favorit yang sudah disebutkan di atas, ternyata ada juga yang menjadikan biskuit kaleng bermerek "Monde" sebagai sajian kue favoritnya saat Lebaran tiba. "Dijamin enak, praktis, dan tinggal dibeli ditoko. Tidak perlu repot-repot membuatnya sendiri," ujar Noni (30 tahun) sambil tersenyum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun