Saat saya masih tercatat sebagai murid di sebuah sekolah dasar, saya ingat sekali kenangan manis yang diciptakan almarhum Kakek saya. Kenangan-kenangan itu bahkan sampai kini masih kerap mengisi lamunan saya. Bahkan ketika Ibu saya mengisahkannya kembali, saya acapkali tersenyum-senyum sembari membayangkan kebahagiaan yang kami alami di masa lalu.
Alkisah, sewaktu saya dan adik saya masih berusia balita, kami tinggal di sebuah desa yang bernama Kepohagung. Saat saya dan adik saya mulai masuk jenjang TK (Taman Kanak-Kanak), keluarga kami kemudian pindah ke Desa Ngrayung. Kedua desa tersebut berada di wilayah kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Kado Lebaran Plus Bandeng Presto dari Kakek
Masih kuat melekat dalam ingatan saya, bagaimana almarhum Kakek saya jauh-jauh datang ke kedua desa yang saya singgung di atas. Pada masa itu Kakek begitu bersemangat untuk menjumpai kedua cucunya, meski harus menempuh perjalanan panjang dari Kota Semarang, Jawa Tengah.
Pada zaman itu harga tiket pesawat terbang masih terbilang sangat mahal, karena memang belum banyak masyarakat kita yang memanfaatkan jasa penerbangan udara. Kebanyakan, angkutan umum yang menjadi pilihan adalah bis malam atau kereta api antar kota.
Bisa dibayangkan bagaimana lika-liku perjalanan darat yang harus dialami Kakek saya. Dari Semarang beliau akan naik bis malam menuju Surabaya. Dari Surabaya akan berganti bis menuju Kabupaten Tuban. Dari Tuban harus naik L-300 atau mobil sejenis menuju Kecamatan Plumpang. Setibanya di Plumpang, Kakek akan mencari becak untuk mengantarkannya hingga tiba di halaman rumah kami.
Di masa-masa itulah saya mulai mengenal apa yang dimaksud dengan "kado Lebaran." Saya ingat betul, almarhum Kakek saya selalu mengunjungi kami minimal setahun sekali, dan beberapa kali kehadiran beliau terjadi saat menjelang hari Lebaran tiba.
Kado Lebaran yang tidak pernah absen dan selalu menjadi kado istimewa bagi kami antara lain: baju baru beberapa stel dan aneka cemilan, plus bandeng presto khas Kota Semarang. Kedatangan Kakek menjadi salah satu momen yang selalu kami tunggu-tunggu, dan hingga kini maupun nanti tak akan pernah kami lupakan.
Sejak keluarga kami pindah ke Kota Denpasar, Bali, Kakek tak pernah lagi mengunjungi kami. Usia Kakek saat itu sudah semakin lanjut, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi beliau untuk melakukan perjalanan darat yang jauh. Namun saya masih merasa beruntung, karena dalam beberapa kesempatan saya sekeluarga masih bisa mengunjungi Kakek, Nenek, dan saudara-saudari kami di Kota Semarang.
Hingga di suatu ketika kami menerima kabar bahwa Kakek sakit, lalu meninggal dunia. Selang beberapa bulan kemudian, Nenek sakit dan menyusul Kakek menghadap ALLAH SWT.
Belajar dari "Tradisi Kakek" yang Belanja Kado Lebaran Offline
Berbekal pengalaman indah dan berkesan bersama mendiang Kakek, hingga kini saya mempunyai kebiasaan untuk berbelanja kado Lebaran secara offline. Banyak keuntungan dan manfaat yang bisa saya ambil dengan menempuh cara ini.
Aneka produk yang hendak saya jadikan kado Lebaran -- yang saya tujukan baik untuk kedua orang tua, atau anggota keluarga saya yang lain, biasanya langsung saya beli di pasar, toko, atau mall. Dengan mendatangi para penjualnya, saya bisa melihat bentuk, ukuran, kualitas, warna, dan spesifikasi lain dari produk tersebut.
Selain itu, pengalaman menarik yang saya dapatkan melalui transaksi langsung adalah adanya budaya tawar-menawar yang seru untuk dinikmati. Sudah menjadi rahasia umum bila mendekati Hari Raya Idul Fitri, semua harga di pasaran meningkat. Biasanya dalam tawar-menawar tersebut penjual akan mematok harga terendah pada harga normal yang berlaku pada hari-hari biasa.
Bila dikalkulasi secara matematis, lumayan banyak juga selisihnya untuk jumlah potongan harga yang berhasil saya kumpulkan. Sehingga saya biasanya masih berkesempatan untuk membeli aneka cemilan dan permen yang akan disajikan saat Hari Lebaran tiba.
Keseruan lain yang saya alami saat berbelanja ke pasar adalah pengalaman jalan-jalan mengitari area pasar yang begitu luas. Biasanya saya dan adik saya suka berkeliling dari satu lantai ke lantai berikutnya. Berjalan dari satu gerai ke gerai selanjutnya, sambil mencari-cari model pakaian atau jenis produk yang hendak dibeli.
Terkadang waktu selama beberapa jam tanpa terasa kami habiskan begitu saja. Jika di suatu pasar kami tidak menemukan apa yang kami cari, kami akan pergi ke pasar yang lain. Kami memprioritaskan untuk mengunjungi pasar-pasar tradisional. Bila sudah mentok, barulah kami pergi ke pasar swalayan atau mall.
Yang jelas ada makna lain yang bisa kita dapatkan saat kita membeli kado Lebaran secara offline. Salah satunya adalah ketika kado itu -- misalnya berwujud baju, dikenakan saat Hari Lebaran tiba oleh orang tua kita. Saat berjumpa dengan anggota keluarga lainnya, "pengalaman" membeli baju itu bisa jadi bahan obrolan yang asik. Misalnya saja saat membeli baju tersebut kita kehujanan, atau mengalami kehabisan BBM di tengah jalan, dan beragam pengalaman spesial lainnya.
Mengenal Belanja secara Online dari Istri
Setelah menikah, saya baru mulai mencoba untuk belanja secara online. Belanja secara online memang mempunyai keuntungan juga, namun terkadang ada kerugian yang siap menghadang di depan mata.
Misalnya saja, istri saya pernah punya pengalaman membeli sepatu. Di gambar pajangan gerai online, warna sepatu yang ditampilkan adalah cokelat. Namun setelah dipesan dan barang ada di tangan, ternyata warna sepatu yang diterima adalah krem. Dari pihak penjualnya pun tidak ada keterangan apa-apa. Andai barang dikembalikan, belum tentu di lapak penjualnya tersedia barang yang dikehendaki.
Pengalaman belanja online mengecewakan juga pernah dialami adik saya. Saat itu dia memesan baju dengan ukuran paling kecil. Namun ternyata setelah paket diterima, dan bungkusan dibuka, ukuran baju yang ada jauh dari ekspektasi sebelumnya. Karena ukurannya kedodoran dan tidak cocok di badan, baju itu pun kemudian dikirimkan sebagai kado untuk adik saya yang tinggal di Denpasar.
Saya pribadi selama ini cenderung membeli barang secara online secara terbatas, dan biasanya produk yang saya beli itu berupa buku. Saya membeli buku secara online bila judul buku tersebut tidak bisa saya dapatkan di toko buku langganan saya. Kemungkinan buku tersebut merupakan terbitan lawas atau termasuk buku yang peredarannya tidak luas.
Jadi untuk pembelian baju dan lainnya, saya hampir-hampir tidak pernah melakukan pembelian secara online dengan mempertimbangkan pengalaman istri dan adik saya di atas. Lagi pula pembelian secara offline menjadikan perasaan saya lebih sreg dan mantap di hati, karena barang atau produk langsung ada di tangan kita saat itu juga.
Rekomendasi "Kado Lebaran" di Masa Pandemi
Data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia hari ini, Rabu, 13 Mei 2020 menunjukkan jumlah total pasien ppositif covid-19 se-Indonesia mencapai 15.438 orang, 3.287 orang dikabarkan sembuh sembuh, dan 1.028 orang meninggal dunia. Sedangkan data yang dikeluarkan Gugus Tugas Covid-19 Kalimantan Selatan menyatakan per hari ini tercatat 285 orang positif, yang terdiri dari Pasien Dalam Perawatan 198 orang, meninggal 29 orang, dan sembuh 58 orang.
Jumlah pasien positif covid-19 yang terus mengalami kenaikan dari hari ke hari semestinya membuat semua orang semakin waspada. Namun yang terjadi di lapangan, sebagian masyarakat kita justru mulai abai dan masih ada yang menganggap remeh virus corona ini.
Sore tadi saya sempat keluar rumah sebentar dan melihat betapa ramainya suasana di sepanjang Jalan Ahmad Yani Banjarmasin. Meskipun telah diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Jilid II, namun suasana yang saya temukan tak jauh beda dengan hari-hari biasanya.
Untuk ikut mendukung imbauan pemerintah, maka saya merekomendasikan pemberian kado Lebaran tahun 2020 ini diwujudkan dalam bentuk uang saja melalui "transfer" antar rekening bank. Transfer bisa dilakukan dengan e-banking atau melalui ATM terdekat.
Soal jumlah nominalnya kita tidak perlu merisaukannya. Toh, bila jumlah total transferan yang diterima lumayan banyak, maka uangnya bisa dimanfaatkan untuk membiayai perjalanan keluar kota pasca pandemi corona.
Dengan demikian pro dan kontra tentang belanja kado Lebaran, apakah harus offline, atau sebaiknya online cukup sampai di sini dahulu. Karena pada akhirnya semua saya kembalikan kepada kebiasaan dan kenyamanan dari kita masing-masing.
Pengalaman setiap generasi pun bisa menjadi batu pijakan sekaligus alasan yang jitu, manakala pilihan membeli kado Lebaran akan ditentukan kemudian. Setiap pribadi berhak punya alasan sekaligus jawaban yang mengiringinya. Sebelum menutup tulisan ini, saya sebagai warga Banua ingin mempersembahkan pantun untuk Anda semua:
Bertemu bekantan di hutan Kalimantan
Warnanya merah hidungnya besar
Jika hendak belanja kado Lebaran
Ikuti kata hati dijamin tidak gusar
Temanku Helen punya cerita memikat
Saat berkisah membuat orang tertarik
Membeli online atau di pasar terdekat
Insyaallah kado Lebaran tetap menarik
Terima kasih. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H