Aneka produk yang hendak saya jadikan kado Lebaran -- yang saya tujukan baik untuk kedua orang tua, atau anggota keluarga saya yang lain, biasanya langsung saya beli di pasar, toko, atau mall. Dengan mendatangi para penjualnya, saya bisa melihat bentuk, ukuran, kualitas, warna, dan spesifikasi lain dari produk tersebut.
Selain itu, pengalaman menarik yang saya dapatkan melalui transaksi langsung adalah adanya budaya tawar-menawar yang seru untuk dinikmati. Sudah menjadi rahasia umum bila mendekati Hari Raya Idul Fitri, semua harga di pasaran meningkat. Biasanya dalam tawar-menawar tersebut penjual akan mematok harga terendah pada harga normal yang berlaku pada hari-hari biasa.
Bila dikalkulasi secara matematis, lumayan banyak juga selisihnya untuk jumlah potongan harga yang berhasil saya kumpulkan. Sehingga saya biasanya masih berkesempatan untuk membeli aneka cemilan dan permen yang akan disajikan saat Hari Lebaran tiba.
Keseruan lain yang saya alami saat berbelanja ke pasar adalah pengalaman jalan-jalan mengitari area pasar yang begitu luas. Biasanya saya dan adik saya suka berkeliling dari satu lantai ke lantai berikutnya. Berjalan dari satu gerai ke gerai selanjutnya, sambil mencari-cari model pakaian atau jenis produk yang hendak dibeli.
Terkadang waktu selama beberapa jam tanpa terasa kami habiskan begitu saja. Jika di suatu pasar kami tidak menemukan apa yang kami cari, kami akan pergi ke pasar yang lain. Kami memprioritaskan untuk mengunjungi pasar-pasar tradisional. Bila sudah mentok, barulah kami pergi ke pasar swalayan atau mall.
Yang jelas ada makna lain yang bisa kita dapatkan saat kita membeli kado Lebaran secara offline. Salah satunya adalah ketika kado itu -- misalnya berwujud baju, dikenakan saat Hari Lebaran tiba oleh orang tua kita. Saat berjumpa dengan anggota keluarga lainnya, "pengalaman" membeli baju itu bisa jadi bahan obrolan yang asik. Misalnya saja saat membeli baju tersebut kita kehujanan, atau mengalami kehabisan BBM di tengah jalan, dan beragam pengalaman spesial lainnya.
Mengenal Belanja secara Online dari Istri
Setelah menikah, saya baru mulai mencoba untuk belanja secara online. Belanja secara online memang mempunyai keuntungan juga, namun terkadang ada kerugian yang siap menghadang di depan mata.
Misalnya saja, istri saya pernah punya pengalaman membeli sepatu. Di gambar pajangan gerai online, warna sepatu yang ditampilkan adalah cokelat. Namun setelah dipesan dan barang ada di tangan, ternyata warna sepatu yang diterima adalah krem. Dari pihak penjualnya pun tidak ada keterangan apa-apa. Andai barang dikembalikan, belum tentu di lapak penjualnya tersedia barang yang dikehendaki.
Pengalaman belanja online mengecewakan juga pernah dialami adik saya. Saat itu dia memesan baju dengan ukuran paling kecil. Namun ternyata setelah paket diterima, dan bungkusan dibuka, ukuran baju yang ada jauh dari ekspektasi sebelumnya. Karena ukurannya kedodoran dan tidak cocok di badan, baju itu pun kemudian dikirimkan sebagai kado untuk adik saya yang tinggal di Denpasar.
Saya pribadi selama ini cenderung membeli barang secara online secara terbatas, dan biasanya produk yang saya beli itu berupa buku. Saya membeli buku secara online bila judul buku tersebut tidak bisa saya dapatkan di toko buku langganan saya. Kemungkinan buku tersebut merupakan terbitan lawas atau termasuk buku yang peredarannya tidak luas.
Jadi untuk pembelian baju dan lainnya, saya hampir-hampir tidak pernah melakukan pembelian secara online dengan mempertimbangkan pengalaman istri dan adik saya di atas. Lagi pula pembelian secara offline menjadikan perasaan saya lebih sreg dan mantap di hati, karena barang atau produk langsung ada di tangan kita saat itu juga.