Saya pribadi memiliki teman seorang warga negara Israel yang berdomisili di Ubud semenjak 1991, yang tanpa sengaja, ketahuan memiliki 8 paspor yang berbeda penerbit.
Namun, yang masih saya ingat dengan jelas adalah bahwa dia dikenal masyarakat lokal sebagai US citizen, pemerhati budaya dan praktisi pertanian organik.
Tapi saya yakin banyak orang tidak tahu, bahwa setiap setahun sekali dia masih harus ‘wajib lapor’ ke Israel, dengan transit melalui Singapura.
Intinya, bicara pariwisata itu jangan melulu hanya melihat faktor manfaat ekonominya saja. Kok ‘matre’ banget sih. Pariwisata kita pun tidak perlu dijual murah.
Pariwisata itu seyogianya diperlakukan seperti seorang Putri Kraton. Silakan kalian kagumi kecantikannya, betapa ayu dan anggunnya putri ini, betapa smart dan cerdas dia, namun jangan berpikir untuk macam-macam, para punggawanya akan siap menghunuskan keris untuk memburaikan isi perutmu.
Jangan kamu perlakukan seperti lonte di Saritem atau Sunan Kuning.
Bayar, pakai, tinggalkan… Itu sadis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H