Mohon tunggu...
Agung Yoga Asmoro
Agung Yoga Asmoro Mohon Tunggu... Dosen - Conquer yourself rather than the world

Aku tidak peduli diberi kesusahan atau kesenangan, karena aku tidak tahu mana yang lebih baik dari keduanya, agar aku dapat lebih bertakwa kepada Allah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pariwisata dan IPOLEKSOSBUDHANKAM

14 Juni 2020   16:16 Diperbarui: 14 Juni 2020   16:18 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar tangkap dari  https://lpse.kemenpar.go.id/eproc4

Apakah turis yang hanya numpang kencing dan membeli teh botol di Indonesia memiliki valuasi ekonomi yang setara dengan wisatawan Indonesia yang berlibur ke luar negeri?

Ini lah minusnya cross-border tourism yang sibuk dikerjakan oleh Menteri Pariwisata periode yang lalu. Entah berapa puluh atau bahkan ratus milyar APBN yang dikeluarkan hanya untuk ‘mendongkrak’ angka-angka ini.

Gambar tangkap dari  https://lpse.kemenpar.go.id/eproc4
Gambar tangkap dari  https://lpse.kemenpar.go.id/eproc4
Demonstrative effects, perubahan nilai-nilai dan modifikasi budaya adalah beberapa dampak sosial budaya yang umumnya negatif, buah dan hasil dari pariwisata.

Tidak sulit jika kita berkunjung ke satu destinasi wisata maka kita menemukan bulok (bule lokal). Mereka ini umumnya mengadopsi gaya busana, gaya bahasa, sikap dan perilaku orang lokal yang meniru wisatawan asing. 

Masih di tempat yang sama, kita akan temukan anak-anak muda yang nongkrong sambil minum alkohol, ciuman dan bermesraan di tempat umum seolah adalah hal yang lumrah, karena turis pun melakukannya.

Selain fenomena tadi, juga dapat kita temukan terjadinya persaingan antar pekerja pariwisata yang kurang sehat. Supir berebut menawarkan jasa mereka mengantar turis, tidak jarang berakhir dengan hal-hal yang sifatnya kriminal.

Berkurangnya sikap tenggang rasa, modifikasi dan perubahan seni budaya lokal, timbulnya perasaan eksploitasi pada masyarakat, pelecehan terhadap budaya lokal adalah beberapa dampak negatif sosial budaya dari keberadaan pariwisata.


Dari 16 jutaan turis asing yang masuk ke Indonesia setiap tahunnya, dengan minimnya filter di imigrasi, maka tidak sulit untuk mengatakan bahwa intelejen asing pun amat mudah keluar masuk di Indonesia. Padahal kita ketahui bersama bahwa intelijen adalah lini pertama dalam sistem keamanan nasional.

Tentu mereka memiliki maksud dan tujuannya masing-masing dengan kedok berbagai cara untuk mewakili kepentingan negara pengekspor.

Sebagian ada yang berkedok sebagai LSM, wartawan, pekerja asing, budayawan, tidak sedikit yang bahkan sudah puluhan tahun berdomisili di Indonesia.

Anggap saja dari semua aset intelijen asing yang ada di Indonesia, berapa orang yang sudah terdeteksi. Saya kok pesimis, jika BIN kita mengetahui 50%-nya. Coba kalikan saja jika jumlah intel asing itu adalah 10,000 orang. Ini belum jika kita memasukkan faktor WNI yang direkrut oleh asing lho ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun