"Just look at all those hungry mouths we have to feed"
Dunia sedang dilanda badai bencana yang disebabkan oleh eksistensi yang mungkin keberadaannya tidak bisa dilihat oleh mata yang memiliki sifat kasat ini. "Butterfly efect" Hal kecil yang bisa menimbulkan efek sebesar ini.
Manusia mulai mengeluarkan sifat liar mereka, keegoisan yang keluar dari akal manusia. Dilematis kehidupan pun semakin menjadi ketika diam meninggal bergerak pun akarnya memiliki risiko yang sama pula. Kita Seperti tanaman yang dirobohkan di tanah kita sendiri.
"Somewhere a wealthy man is sitting on his throne, Waiting for life to go by"
Kompleksitas permasalah dari penyebaran virus corona atau COVID-19 di indonesia semakin hari semakin menjadi. Ditengah permasalahan ini trust masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun terutama kepada DPR yang seolah-olah mengambil kesempatan dalam pembahasan omnibuslaw dalam permasalahan ini.
Dalam mengatasi permasalah ini pemerintah terlihat sangat lamban terlihat dari beberapa minggu sebelum ini yang dimana pemerintah hanya memberi himbauan kepada warganya. Himbauan ini tentunya bersifat fakultatif yang artinya bisa diituruti maupun tidak.
Pemerintah seharusnya lebih berani didalam mengambil segala keputusan yang dimana sangat dibutuhkan dan tentunya dengan pertimbangan yang matang juga. Melihat didalam konstitusi keadaan sperti ini pemerintah seharus nya menggunakan undang undang yang sesuai dengan undang-undang pula.
Keadaan sperti ini persis tertuang dalam undang undang no. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Tentunya pemerintah sudah mengambil salah satu opsi didalam undang-undang ini yaitu pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dalam pasal 1 dijelaskan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Dan pada pasal 59 dijelaskan bahwa tujuan PSBB adalah mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Tetapi yang agak aneh terdapat pada PP 21 tahun 2020 yang di mana berbunyi kriteria dari bakal pelaksanaan PSBB di wilayah adalah jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah.
Tampak aneh ketika suatu wilayah ketika ingin menerapkan PSBB harus menunggu korban positif dulu tentunya kita ingat dengan kata-kata "mencegah  lebih baik daripada mengobati". Tampaknya ini tidak bakal berlaku lagi.
Keadaan darurat serasa tidak tercemin di dalam ini ketika gubernur ataupun walikota yang mengingnkan wilayah nya melkaukan PSBB masih terkendala dengan birokratisasi yang harus meminta persetujuan dari mentri sebelum melkakukan kesehatan.
Seharusnya dalam keadaan seperti daerah mengambil ketetapan masing-masing agar dapat mencegah lebih dini baru stelah berjalan satu hari dua hari PSBB ini pemerintah daerah memberi hasil evaluasi keefektifan ke pusat dan pusat dapat memutuskan apakah PSBB pada wilayah itu dilanjutkan atau diberhentikan.
Yang tidak boleh dilupakan oleh pemerintah ialah yang terdapat pada pasal 55 uu 6 tahun 2018 yaitu Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Tidak apa apa kita berkorban prekonomian negeri kita.
Seperti kata presiden Ghana bahwa kita bisa menghidupkan kembali ekonomi akan tetapi kita tidak bisa menghidupkan kembali oang yang telah mati. Tentunya kata kata tadi bisa dijadikan landasan oleh pemerintah dimasa genting ini. Dan jangan lupakan kata Cicero "salus populi suprema lex esto" bahwa hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat.
Dan yang perlu digaris bawahi ketika pemerintah mengaggap kebijakan seperti PSBB tidak efektif ialah jangan sampai menerapkan kebijakan darurat sipil yang mana sangat tidak sesuai dengan kemanusiaan yang ada dalam mengatasi permasalah ini.
Kita tidak bisa mendiamkan pemerintah berjuang sendiri. kita juga sangat bisa mengatasi ini dengan solidaritas kita. kita bisa saling membantu sesama maupun kita juga bisa mengatasi permasalah ini saat kita patuh dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Bagaimana di dalam kehidupan ini tidak hanya ada saya ataupun aku. Tetapi kamu, kami dan kita. Kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi harus di tegakan kembali. keindahan kemanusiaan yang ada di depan kita. Ketika kau berbuat baik maka kau juga sedang berbuat baik kepada dirimu. Hal yang terdengar indah dan sangat mudah dilakukan.
"Imagine all the people, Livin' life in peace"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H