Mohon tunggu...
Agung Wredho
Agung Wredho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My goal become good citizens

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berjibaku Mencegah Kebakaran Hutan

15 Agustus 2015   08:56 Diperbarui: 15 Agustus 2015   08:56 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mencegah kebakaran hutan di tengah menguatnya El Nino tahun ini, mereka berjibaku melakukan patroli, mengenalkan sistem wanatani, hingga mengaplikasikan teknologi sederhana pemadaman api.

 

Pada saat musim kemarau seperti sekarang ini, Marinus Kristiadi Harun semakin sibuk berjibaku mencegah kebakaran hutan. Apalagi setelah penanggung jawab Hutan Penelitian Rawa Gambut Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah, itu mendapatkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bakal terjadi fenomena pengurangan curah hujan yang signifikan sepanjang Agustus hingga Desember 2015 karena menguatnya El Nino.

“Saya mendengar El Nino akan menyebabkan musim kemarau tahun ini lebih panjang,” ujar Marinus dengan nada cemas, pekan lalu. Karena itu, dia bersama kelompoknya (tiga orang hingga lima orang) berpatroli secara bergiliran hampir setiap hari mencegah kebakaran di daerah-daerah bertanda “merah” dengan bepijak data peta rawan kebakaran hutan.

 

Saat patroli di kawasan darat, mereka biasanya menggunakan motor atau mobil. Tak jarang mereka juga berjalan kaki jika harus menempuh medan terjal. Adapun patroli di kawasan gambut, mereka seringkali menyusuri sungai dengan perahu “klothok” (sampan bermotor).

 

Selama berpatroli mereka sudah terbiasa bertemu dengan pelbagai fauna, tapi mereka justru cemas ketika bertemu dengan sosok manusia di belantara. Kecemasan Marinus bersama kelompoknya sangat beralasan karena selama ini kasus kebakaran hutan dan gambut di Indonesia lebih disebabkan ulah manusia yang lalai atau sengaja menggunakan api.

 

Prilaku manusia tidak bertanggung jawab itu akan semakin runyam saat El Nino menguat sehingga kondisi curah hujan berkurang serta udara menjadi kering. Kondisi itu dikhawatirkan dapat menyebabkan api di dalam hutan yang semula kecil bisa berkobar dan merambat sehingga sulit untuk dikendalikan.

 

Api yang sulit dikendalikan itu pernah terjadi pada saat peristiwa El Nino pada 1982/1983 dan 1997/1998. Dari sumber bacaan sejumlah publikasi ilmiah, pada 1982/1983 kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia telah menghanguskan areal sekitar 3,6 juta hektare (ha). Kebakaran kembali berulang pada 1997/1998 menghanguskan areal sekitar 10 juta ha (lebih dari dua juta ha adalah lahan gambut).

 

Berbasis Masyarakat

Wajar jika Marinus serta semua pihak tidak menginginkan bencana kebakaran itu terulang lagi. Apalagi fenomena El Nino tahun ini diprediksi akan berdampak mirip dengan El Nino pada 1982/1983 dan 1997/1998. “Siapa saja yang ketahuan lalai atau sengaja bermain api di dalam hutan akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tegas Marinus.

 

Selain aktif berpatroli, Marinus bersama aparat pemerintahan di Kalimantan Tengah, beberapa tahun terakhir berusaha melibatkan masyarakat dalam menjaga hutan. Mereka mereplikasi pendekatan pengelolaan hutan dan lahan berbasis masyarakat (Community Based Forest Management, CBFM) yang sukses diterapkan di Australia dan Kanada.

 

Di dua negara tersebut, upaya mengendalikan kebakaran hutan melibatkan peran masyarakat sekitar hutan. Mereka telah membentuk suatu lembaga khusus yang tumbuh dari masyarakat untuk mengatasi kebakaran hutan. Lembaga itu berada di tingkat desa dan kecamatan. Jika terjadi kebakaran, lembaga itu yang mengatasinya dengan sukarela alias tanpa biaya.

 

Marinus bersama timnya telah membentuk regu kerja di sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah. Regu kerja ini bertanggung jawab jika ada kebakaran di sekitar wilayahnya, semisal di Desa Tumbang Nusa dan Desa Tanjung Taruna, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Nama dari regu bisa bermacam-macam, seperti Masyarakat Peduli Api, Tim Serbu Api, dan sebagainya.

 

Setiap regu atau kelompok masyarakat dibekali pengetahuan dan ketrampilan melalui sebuah pelatihan yang rutin diselenggarakan menjelang musim kemarau. Topik pelatihan beragam mulai dari aspek ekologi hutan atau vegetasi, karakteristik api atau kebakaran, manajemen, pengendalian kebakaran, dan teknik pemadaman dengan teknologi sederhana.

 

“Intinya, masyarakat bisa secara aktif dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,” tutur Marinus notabene peneliti di BPK Banjarbaru sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK).

 

Sistem Wanatani

Pendekatan CBFM, kata Marinus, juga menekankan pemberdayaan ekonomi rakyat. Masyarakat diberikan kesempatan menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan akses dan kontrol yang leluasa terhadap sumberdaya alam.

 

Sejauh ini pendekatan yang telah dilakukan adalah menciptakan metode penyiapan lahan baru tanpa bakar yang lebih murah, mudah, dan cepat (efisien). Sebagai contoh, mengembangkan sistem wanatani (agroforestry) bagi masyarakat sebagai salah satu alternatif penggunaan lahan yang berkelanjutan untuk perladangan berpindah.

 

Sebagai contoh, penerapan sistem wanatani Demplot di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya. Demplot ini mewakili tipologi lahan gambut

dalam lokasi transmigrasi. Sejak tahun 2004 hingga sekarang, mereka mengembangkan

teknik agroforestri alleycropping jelutung rawa dan tanaman palawija, seperti jagung manis, cabe rawit, sawi, kacang panjang, dan kangkung.

 

Tanaman bawah bernilai komersial tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan (pencurian kayu, perambahan hutan) dan bahaya kebakaran. “Keberadaan tanaman palawija tersebut diharapkan dapat mencegah masuknya alang-alang, sehingga mereduksi bahan bakar yang berpotensi untuk terbakar,” kata Marinus.

 

Masyarakat juga dibekali mereduksi bahan bakar berupa gulma dan serasah lewat aplikasi teknologi pengomposan dengan bantuan aktivator yang lebih cepat ketimbang pembuatan kompos tradisional. Gulma dan seresah yang terdapat di lahan merupakan sumber bahan organik potensial yang dapat dibuat menjadi kompos untuk menambah kesuburan lahan. Adapun aktivator yang dikembangkan dan disosialisasikan ke masyarakat antara lain orgadec, stardec, harmony, fix-up plus dan EM4.

 

Keberhasilan keterlibatan masyarakat dalam manajemen kebakaran hutan tergantung keterikatan, kepemilikan dan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Selain itu, pengetahuan tradisional mengenai lingkungan biofisik lokal dan penggunaan atau pemanfaatan api. “Tidak kalah penting adalah tiadanya konflik atas lahan,” tandas Marinus. Dengan demikian, masyarakat merasa memiliki kawasan tersebut.

 

 

 

Berkaca Pada Bencana

 

Fenomena El Nino tahun ini diprediksi akan berdampak mirip dengan El Nino pada 1997/1998. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan serta lahan gambut yang banyak terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera menjadi perhatian dunia karena kabut asapnya menyebar ke negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.

 

Kandungan kabut asap saat itu, berdasarkan investigasi Environment Management Center (EMC) menunjukkan angka yang lebih tinggi dari angka maksimum rata-rata harian, yaitu 1.600 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Nilai tersebut 6,15 kali lebih tinggi dibandingkan angka standar lingkungan di Indonesia sebesar 260 µg/m3.

 

Hasil analisis 17 unsur polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs) dalam Particle Matter (PM) menunjukkan bahwa konsentrasi (kepekatan) tiap unsur antara 2,7 – 65,4 kali dibandingkan dengan unsur yang sama di Jakarta. Sementara itu, konsentrasi Benzo(a)pyrene merupakan unsur paling beracun sebesar 12 kali dibandingkan dengan unsur yang sama di Jakarta.

 

Seperti diketahui, kabut asap dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti gangguan kesehatan. Kemeterian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) melaporkan dampak kesehatan akibat kebakaran hutan di delapan provinsi di Indonesia, pada September-November 1997, menyebabkan 527 orang meninggal, 298.125 orang menderita asma, 58.095 orang bronchitis, dan 1.446.120 orang terinfeksi saluran pernapasan akut.

 

Dampak Ekonomi

Masih menurut KLH dan UNDP, dampak kesehatan tersebut juga menyebabkan peningkatan perawatan pasien rawat jalan dengan jumlah kasus 36.462. Selain itu, peningkatan pasien rawat inap 15.822. Belum lagi, data mereka yang kehilangan hari kerja dengan jumlah kasus 2.446.352.

 

Dampak kebakaran dan kabut asap juga mengakibatkan kerugian ekonomi hingga triliunan rupiah. Kajian Center for International Forestry Research menyatakan kebakaran hutan dan lahan gambut 1997/1998 yang mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar 1,62-2,7 miliar dolar AS. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dollar AS. Adapun valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon menunjukkan kemungkinan biaya mencapai 2,8 milar dolar AS.

 

Tahun ini, semua dampak kebakaran serta kabut asap tersebut masih berpotensi terjadi di sejumlah provinsi yang kerap mengalami bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan 10 provinsi yang menjadi langganan kebakaran, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur dan Kalimantan Utara.

 

“Paling parah setiap tahun adalah Riau, Jambi, Sumsel, kalbar, Kalteng dan Kalsel,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, belum lama ini.

 

Belajar dari bencana ekstrem 18 tahun yang lalu, sepandai-pandainya manusia tak kuasa mengerem fenomena menguatnya El Nino, tapi kesiapan metode dan teknologi yang lebih baik tentunya akan bisa mereduksi, bahkan menghilangkan dampak dari kebakaran hutan. Bukan sebaliknya fokus pada pemadaman setelah hutan terbakar.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun