Mohon tunggu...
W Agung  Sutanto
W Agung Sutanto Mohon Tunggu... Guru - Sambang agar Sambung

guru jas sd di Gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Nilai Sejarah Tugu Giyanti di Tancep

20 April 2023   00:07 Diperbarui: 20 April 2023   00:08 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Tancep Gunungkidul Jogjakarta  punya nilai  sejarah. Ada inipenandanya. Dua tugu batas wilayah Jogja dan Solo. Kini masih tegar tertancap dengan kondisi yang mantab.

Inilah bentuk dari catatan sejarah di dekat tempat tinggalnya. Dan bisa dikabarkan kepada sanak saudara semuanya.

Bisa dilihat cukup dengan gowes. Dan bahkan kawan dari Klaten juga demikian. Gowes ke tugu Giyanti yang menyimpan nilai  historisnya. 

Sebuah bukti akurat. 

Bukti fisik adanya perjanjian Giyanti kala itu. Berupa  Tugu dan  itu telah jadi cagar budaya. 

Bagi warga setempat adanya tugu adalah  tetap menjadi tanda bersejarah. Peristiwa penting dengan adanya pihak penjajah yang merugikan. 

Kepintaran Belanda kala itu yang memecah wilayah menjadi dua. Padahal dulunya adalah satu kawasan. 

Menyimak soal batas itu tak sesederhana pada saat ini. Ada kejadian yang penting. Terutama misi penjajah yang licik itu. Dan kita menjadi objeknya.

Wilayah yang dipecah-pecah dan dipropaganda. Tentu agar mereka saling bermusuhan.

Tugu Giyanti saat kini. Untuk edukasi. 

Bagi kita ini jadi pelajaran Agar tetap menjaga persatuan. Jangan mudah diadu domba.

Dok pri 
Dok pri 

Pasca Belanda pergi ada beberapa jejak peninggalannya. Kala itu sekitar Tancep sebagai daerah perkebunan tebu . Ada bekas sumur bor. Untuk pengairan dan untuk minum sepur uap. 

Montit ada yang menyebutnya. Jalur kereta api uap berupa rel. Dan penemuan mata air yang besar. 

Di Tancep mata airnya deras. Padahal di lereng bukit. 

Tentunya ini eksotisnya dan bisa dilacak hingga saat ini. Soal peninggalan kala itu.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun