Mohon tunggu...
W Agung  Sutanto
W Agung Sutanto Mohon Tunggu... Guru - Sambang agar Sambung

guru jas sd di Gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paketku dan Aku

24 Mei 2020   06:09 Diperbarui: 24 Mei 2020   07:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paketan dari Bogor itu sudah empat kali ini tiba di rumahku. Semuanya  adalah barang dan pakaian untuk lebaran. Saking berulang-ulangnya itu ada  Mas Pengantar paket itu sampai hafal bamget. Tapi juga ada yang dibuat menggerutu. Soal alamat yang  didentifikasi dengan sulit. Karena mereka rupanya juga membuat ancer-anceran sendiri.

"Benar ini Pak Tong?"

"Yha, benar!"

Aku segera masuk rumah dan memberikan pada anakku.

"Ini paketan-mu,Le!" aku memberitahukan anakku.

"Besuk  masih ada lagi!" istriku member tahu.  Padahal sudah empat hari betturut-turut aku menerima dengan dua tanganku paketan itu. Semuanya dari Bogor.

Untuk meyakinkan kiriman telah tiba maka segera ku-unggah saja bahwa kirimannya itu  tiba. "Terima kasih,Te!" ucapan yang kutuliskan dalam gawai di grub itu.

Anak-anakku  itu pada senang."Hore..hore kiriman datang. Mukenaku baru! Sarungku juga!" anak-anak berekspresi  dengan gembira.

***

Hari ini agak jengkel pengirimnya. Pas ketemu pengirim yang kemarin itu sempat ngambek, mas-mas-nya.

"Alamatnya membingungkan, Pak!"

"Lha ada nomor HP-nya to?"

"Mbok dikasih ancer warnet, itu!"

"Oke!"

Ia tak mau yang kukatakan telah tercantum nomor HP. Padahal mudah bagiku. Yang jadi masalah soal alamat dobel kecamatan. Termasuk ancer-ancer saat dicari alamat itu.

"Ini Ngawennya mana, Pak?"

"Dekat balai desa! Arah ke jalan tembus!"

"Oke!"

Pengirim sudah paham.

***

Mas pengirim ada yang agak jenggel dengan alamatku. Entah siapa yang menuliskan itu. Kok muncul dua alamat yang beda. Seharusnya saat akan dikirim itu sudah dicek dulu.

"Untung tak cangking, Pak! Sehingga tak terbawa kesana!"

Ternyata dari mereka ada yang menggerutu. Ada dua alamat yang ada di paket itu. Kecamatan Semanu dan Ngawe jelas jauhnya. Ada 20-an KM lumayan. Mas penganatar itu dibuat bingung.

"Besuk lagi mbok kasih ancer-ancer  rumah yang dekat warnet! Gitu!"

"Oke!"

Aku yha kaget. Ternyata ada dua lamat yan beda kecamatannya. Makanya dari empat paket itu sampainya malah bergiliran. Mbanyu mili.

Pertama karena ukurannya yang kekecilan dan dikirim lagi. Berikut yang dikasih yang anak laki-laki terus yang perempuan minta. Yang satu sarung dan mukena.

"Kasihan Om-mu nak! Dia di sana kena pandemic korona jangan dibuat sengsara!" aku menyarankan.

"Tak apa-apa, Pak! Setahun sekali saja!" masih ngeyel anak ini.

Lebaran dari dulu identik dengan barang baru masih berlaku. Kini meski dalam musim pandemic tetap saja demikian. Padahal nantinya saat lebaran di rumah saja. Tak ada lagi kunjungan dari rumah ke rumah saudara dan tetangga.

"Uang pitrah juga tersendat!" kata anak itu.

Karena telah membaca apa yang bakal terjadi. Karena berita itu selalu diakses dengan cepatnya.

***

Lebaran baginya memang harus meriah biarpun dalam keadaan ini. Tak mau diusik oleh apapun tampaknya. Dan belum bisa menerima dengan total. Masih ada embel-embel beli barang baru. Entah HP ataupun sarana untuk kesenangan anak-amnak itu.

"Jangan begitu!"

Ingatlah banyak saudara kita yang belum bisa beli barang baru. Dan masih bertahan hidup dengan kekurangan pangan. Karena ekonominya yang hancur.

Bahkan malah minta kiriman dari desa. Seperti Lik Mi yang mengirimi anaknya di Jakarta dengan tiga paketan makanan. Sungguh uniknya.

Aku ketemu sendiri saat di Kantor Pos. beratnya ada yang 3-an  KG. dikirim ke Bogor juga. Berarti sama kiriman kepadaku bersimpangan di jalan.

***

Lebaran banyak paketan ke kota. Lain tahun lalu. Mereka yang di kota minta supali asupan bahan pangan dan peralatan untuk hidupnya.

Ternyata dengan pasang surutnya keadaan tak ada yang tahu. Bagi orang tua sampai segitu memikirkan anaknya. Bagi anak-anak belum sampai. Makanya hanya mikir ada dan hanya ada. Prosesnya masih belum mau mengetahui.

"Pak minta makan,Mi!" tahunya langsung jadi mi.

Tak membayangkan prososnya mi  itu bisa sampai di tas meja. "Kita punya medan yang beda!" ada yang beranggapan demikian untuk menguatkan pendapatnya.

Alangkah bijak bila mau mikir walau sedikit. Kataku pada anakku yang minta sesuatu seperti di warung saja. "Ada proses,Nak! Kau harus tahu itu!" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun