Saat itu, saya duduk di depan meja makan, dihadapkan dengan piring yang penuh dengan makanan. Saya tidak bisa berhenti. Seluruh kontrol yang selama ini saya pertahankan melalui berbagai macam diet---intermiten fasting, water fasting, one day meal, keto---hancur dalam satu kali makan. Saya tahu bahwa saya sedang mengalami ledakan binge eating, tapi apa yang sebenarnya menyebabkan ini?
Ternyata, keinginan makan yang saya tahan selama diet mengendap di bawah sadar saya. Ketika saya menahan makan terlalu lama, tekanan itu semakin menumpuk hingga akhirnya meledak dalam bentuk makan berlebihan.
Pengalaman ini membuat saya menyadari bahwa diet yang memaksa diri untuk menahan makan dalam waktu tertentu, atau hanya mengonsumsi makanan tertentu, bukanlah solusi yang cocok bagi saya. Tapi, bagaimana semua ini bisa terjadi?
Diet yang Menekan, Pikiran yang Meledak
Ada mekanisme psikologis yang sering kali tidak kita sadari ketika kita menahan makan. Dalam teori psikologi, ketika kita berusaha untuk menekan suatu keinginan, keinginan tersebut tidak hilang begitu saja. Ia mengendap dalam alam bawah sadar kita dan mencari jalan keluar.
Konsep ini dikenal dengan "teori hambatan ironi" (ironic process theory), yang menyatakan bahwa semakin kita mencoba untuk tidak memikirkan sesuatu, semakin kuat pikiran kita akan terobsesi pada hal tersebut.
Dalam konteks diet, ketika kita menahan diri untuk tidak makan dalam jangka waktu tertentu atau menghindari jenis makanan tertentu, kita sebenarnya menekan kebutuhan tubuh yang alami. Ketika tekanan ini dibiarkan tanpa pelepasan, akhirnya ia meledak dalam bentuk perilaku makan kompulsif seperti binge eating.
Pikiran kita menjadi liar, mencari cara untuk melepaskan emosi yang terpendam, dan sering kali kita tidak menyadari bahwa akar masalahnya adalah pengekangan itu sendiri.
Siklus Diet dan Binge Eating: Lingkaran Setan
Siklus ini biasanya dimulai dengan niat baik. Kita ingin menurunkan berat badan, menjaga kesehatan, atau merasa lebih baik dengan diet tertentu. Namun, ketika diet tersebut melibatkan penahanan makan atau pembatasan ketat jenis makanan, kita masuk ke dalam pola yang berbahaya.
Awalnya, kita mungkin bisa menahan diri, tetapi semakin lama, tubuh dan pikiran kita mulai memberontak. Makan menjadi bukan lagi soal kebutuhan fisik, melainkan tentang melepaskan tekanan mental yang sudah terlalu lama tertahan.
Dalam jangka panjang, siklus ini hanya akan memperburuk hubungan kita dengan makanan. Setiap kali kita gagal mengikuti diet atau mengalami ledakan binge eating, kita merasa bersalah.
Rasa bersalah ini kemudian membuat kita mencoba diet lebih keras, menahan makan lebih ketat, yang pada akhirnya memicu ledakan berikutnya. Ini adalah lingkaran setan yang sulit untuk dihentikan kecuali kita mengubah cara kita memandang makan dan diet.
Dampak Fisik: Tubuh Menolak Diet Ketat
Selain dampak psikologis, diet yang memaksa menahan makan juga memiliki dampak fisik yang signifikan. Tubuh kita terbiasa dengan jenis makanan tertentu dan asupan kalori yang konsisten. Ketika kita membatasi makanan secara tiba-tiba atau secara ketat menghindari jenis makanan tertentu, tubuh kita bisa bereaksi negatif.
Misalnya, setelah lama tidak mengonsumsi karbohidrat karena menjalani diet keto, tubuh bisa merespons secara negatif ketika kita kembali makan nasi atau roti. Sistem pencernaan tidak lagi terbiasa dengan makanan tersebut, dan ini bisa menyebabkan rasa tidak nyaman hingga gangguan pencernaan.
Kondisi ini sering kali terjadi pada orang yang menjalani diet ketat, di mana makanan yang biasa mereka hindari dianggap sebagai "musuh" oleh tubuh ketika akhirnya dikonsumsi kembali.
Selain itu, diet yang membatasi makanan juga sering menyebabkan perlambatan metabolisme. Ketika kita menahan makan atau mengurangi asupan kalori secara drastis, tubuh merespons dengan menurunkan laju metabolisme.
Ini berarti, dalam jangka panjang, kita sebenarnya bisa mengalami kesulitan menurunkan berat badan, karena tubuh menjadi lebih efisien dalam menyimpan energi.
Pola Makan yang Memaksakan Tidak Cocok untuk Semua Orang
Pengalaman saya dengan berbagai diet membuat saya menyadari bahwa tidak semua pola makan cocok untuk setiap orang. Apa yang berhasil untuk satu orang mungkin tidak efektif, atau bahkan merugikan, bagi orang lain.
Diet yang memaksa kita untuk menahan makan atau membatasi jenis makanan tertentu bisa bekerja untuk sebagian orang, tetapi bagi saya, pola tersebut hanya menciptakan konflik internal dan berujung pada perilaku makan yang tidak sehat.
Ini bukan tentang baik atau buruknya suatu diet, melainkan tentang menemukan pola makan yang selaras dengan tubuh dan kebutuhan kita sendiri. Setiap orang memiliki respons yang berbeda terhadap makanan dan diet, dan penting untuk mendengarkan sinyal dari tubuh kita.
Memilih Jalan Mindful Eating: Makan dengan Kesadaran Penuh
Setelah melalui banyak pengalaman dengan diet ketat, saya sekarang memilih untuk mengikuti prinsip mindful eating. Ini adalah pola makan yang mengutamakan kesadaran penuh terhadap apa yang kita makan.
Dengan mindful eating, kita makan kapan saja kita merasa lapar dan berhenti ketika kenyang. Tidak ada aturan ketat tentang apa yang boleh atau tidak boleh dimakan, hanya kesadaran penuh terhadap kebutuhan tubuh kita.
Dengan pola ini, saya tidak lagi terjebak dalam siklus menahan makan dan binge eating. Saya merasa lebih terkoneksi dengan tubuh saya, dan saya bisa merespon kebutuhan tubuh saya tanpa tekanan. Makan bukan lagi soal aturan atau pembatasan, melainkan tentang mendengarkan dan menghormati apa yang tubuh saya butuhkan.
Bagi saya, mindful eating adalah solusi yang lebih sehat dan lebih alami. Saya tidak lagi khawatir tentang jenis makanan yang saya makan atau kapan saya makan, karena saya tahu tubuh saya akan memberi tahu apa yang dibutuhkannya. Jika saya lapar, saya makan; jika saya kenyang, saya berhenti. Sesederhana itu.
Setiap orang harus menemukan pola makan yang sesuai dengan mereka. Jika diet ketat bekerja untuk Anda, lanjutkan. Namun, jika Anda merasa diet tersebut menekan dan menyebabkan perilaku makan yang tidak sehat, mungkin saatnya untuk mencoba pendekatan yang lebih fleksibel seperti mindful eating.
Pada akhirnya, yang paling penting adalah menemukan cara untuk menjaga kesehatan tanpa harus memaksakan diri.
Salam sehat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H