Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama adalah Budaya, Budaya adalah Agama

21 Mei 2021   03:24 Diperbarui: 21 Mei 2021   03:30 4194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang secara umum agama dan budaya ini dibedakan. Agama bukan budaya dan budaya bukan agama. Perbedaan secara umum itu cenderung memandang bahwa agama itu sesuatu yang dilahirkan dari Tuhan dan budaya adalah sesuatu yang dihasilkan dari manusia. 

Dengan pandangan ini maka kemudian ada definisi agama samawi yaitu agama-agama yang diyakini turun dari Tuhan dan ada agama-agama yang bukan diturunkan oleh Tuhan. Anda semuanya bisa Googling mana yang agama samawi mana yang agama bukan Samawi. Mana agama yang dianggap dari Tuhan dan mana agama yang dianggap bukan dari Tuhan.

Pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah berbeda dengan budaya, hal ini karena agama itu diyakini dari Tuhan dan budaya diyakini dari manusia. Dari sudut pandang saya, agama adalah budaya dan budaya adalah agama.

Kita mulai dengan kata budaya yang berasal dari bahasa sanskerta, yang akar katanya adalah budhi. Kata budaya merujuk kepada budhi. Budhi bagi saya bukan pikiran. Budhi  adalah kesadaran.  

Budaya kalau di dalam bahasa Yunani itu diartikan sebagai colere. Kalau bahasa Inggris menjadi culture. Colere ini mempunyai arti dasar yaitu Cipta Rasa dan Karsa. Cipta Rasa dan Karsa bukan hanya berpikir saja tapi kegiatan yang kompleks. 

Karena budaya itu adalah budhi yang berdaya, atau budhi daya, yang berarti berdayanya sebuah budhi. Berdayanya sebuah kesadaran. Berdayanya sebuah kesadaran ini yang kemudian kita kenal sebagai melahirkan budaya.

Ketika budaya (berdayanya budhi) itu dilakukan oleh sebuah kelompok atau komunitas masyarakat atau negara, maka hal itu dikenal sebagai kebudayaan. Sekarang kita banyak membedakan bahwa yang ini berasal dari Tuhan dan yang itu bukan berasal dari Tuhan. Ini terjadi karena kita mempunyai persepsi bahwa Tuhan berada di luar diri manusia atau manusia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya menerima perintah-perintah yang diyakini dari Tuhan.

Karena budaya itu adalah hasil budhi daya (kesadaran) yang diberdayakan, maka kemudian hal ini bisa melahirkan dua efek.

Efek pertama.

Budaya yang kemudian berimpact kepada kehidupan masyarakat (hal ini bisa berupa kesenian tari-tarian, adat istiadat,  bangunan) atau seperti unggah-ungguh, Toto kromo (bahasa Jawa), atau kemudian pesan-pesan moral untuk masyarakat dalam bentuk tatanan untuk bermasyarakat. Impact budaya kepada kehidupan masyarakat ini yang dikenal sebagai kebudayaan. Kebudayaan ini kemudian secara turun-temurun dilestarikan. Efek pertama ini lahir untuk urusan masyarakat atau dia lahir secara horizontal.

Efek kedua.

Adalah budaya atau berkembangnya Budhi yang impactnya adalah urusan kontemplatif atau berurusan dengan diri manusia yang terdalam sebagai cermin kontemplatifnya terhadap kehidupan. Budaya ini nantinya juga menghasilkan berbagai ritual kontemplatif. Efek budaya yang berkorelasi sebagai cermin kontemplatif ini, dia lahir secara vertical. Budaya yang berarah vertikal akan dikenal dengan agama

Jadi apa bedanya agama dengan budaya? Tidak ada bedanya. Agama adalah budaya - budaya adalah agama. Agama adalah budaya yang lahir secara vertikal dan budaya (yang kita kenal secara umum) adalah yang lahir secara horizontal.

Saya berikan contoh simpelnya begini; Pancasila merupakan budaya karena dia hasil budidaya, hasil berdayanya budhi dari kesadaran para tokoh bangsa. Pancasila ini mempunyai nilai-nilai budaya. Nilai Pancasila ini bisa diterapkan di mana saja. Contoh; Amerika akan menerapkan nilai Pancasila. Hal ini bisa-bisa saja karena bukan membawa budaya Pancasila. Yang dibawa adalah nilai-nilai dari budaya tersebut. Jadi ketika sebuah nilai yang dibawa maka kemudian itu bisa diadopsi atau bisa diakulturasi dengan budaya setempat.

Agama juga demikian. Apabila agama adalah budaya yang lahir secara vertikal, maka nilai-nilai budaya vertikal tersebut yang dapat dibawa kemana-mana dan bukan budayanya yang horisontal. Budaya yang lahir secara horisontal tentu hanya cocok di tempat budaya tersebut lahir (pakaian, adat, cara bermasyarakat, dll).

Kalau tidak ada bedanya antara agama dan budaya, maka agama sama saja sebagai produk budaya. Lalu apabila Indonesia punya budaya sendiri dan membawa budaya dari luar (walaupun itu agama) apakah bisa? Tentu tidak bisa karena akan terjadi benturan-benturan dengan budaya lokal yang sesuai dengan kondisi lokal kita. Yang dapat kita bawa adalah nilai-nilai dari budaya vertikal (agama) tersebut.

Nah, kalau kita bicara nilai, maka nilai bukanlah bentuk dan bukan ritual yang terlihat. Contohnya demikian; Ada nilai agama yang mau diusung ke Indonesia, yaitu nilai cinta kasih. Nilai cinta kasih ini dapat diwujudkan melalui budaya-budaya yang sudah ada di Indonesia, sehingga bentuk laku atau ritualnya dapat bermacam-macam sesuai dengan budaya yang ada, namun nilai-nilainya diadopsi atau diakulturasi.

Kalau demikian, ritual agama bisa berbeda dong dengan asal agama tersebut? Nah, ini yang perlu menjadi kajian lebih dalam tentang kemungkinan adanya evolusi beragama. Saya teringat dengan Hindu Bali di mana ritualnya berbeda dengan Hindu India. Bisa jadi ini adalah contoh bahwa Hindu di Bali menerapkan nilai-nilai dari Hindu India yang diakulturasi menjadi Bali. Bali tidak perlu menjadi India dalam menerapkan Hindu. Bagaimana dengan agama lain? Jangan-jangan selama ini kita hanya mengusung budaya dan bukan mengusung nilai-nilainya?

Tabik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun