Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sampai Kapan Kita Berpangku Tangan?

6 Oktober 2020   01:57 Diperbarui: 6 Oktober 2020   05:13 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: https://www.jawaban.com

Sampai Kapan? Pertanyaan itu membawa saya pada kalimat; "Passion without creation is nothing". Kalimat ini saya baca pertama kali dari bukunya Rene Suhardono tahun 2015, bersamaan dengan saya mengambil tindakan resign dari Garuda Indonesia, tempat kerja saya yang sudah saya jalani selama 20 tahun.

Namun, kali ini saya tidak akan bercerita tentang resign saya. Saya akan bercerita tentang 'turn arround' yang harus saya lakukan sejak pertama kali ada pandemic covid 19 ini.

Semoga bermanfaat,

Awal Januari 2020, saya menerima kontrak pelatihan yang berjalan setiap 2 minggu sekali dan diadakan di Yogya, Bali dan Lombok selama 1 tahun. Dari bulan Januari sampai Februari, setiap 2 minggu, pelatihan berlangsung di Yogya sampai April nantinya. Selama kurun waktu itu saya mondar-mandir Jakarta-Yogya setiap 2 minggu untuk memberikan pelatihan di sana.

Pada pelatihan bulan Februari, kabar tentang virus Covid yang mewabah di Wuhan sudah banyak di berita. Namun, hal itu belum mengganggu rencana jalannya pelatihan. Baru pada awal Maret, saya diberitahu bahwa semua rencana pelatihan dibatalkan sampai pada batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Ya, kontrak pelatihan 1 tahun itupun direvisi dengan ketentuan 'force majure'. Otomatis, dari Maret seluruh pelatihan tatap muka ditiadakan dan hal itu berlanjut sampai dengan pengumuman PSBB dan kemudian WFH untuk kantor-kantor.

Teman-teman saya di penerbangan juga mengalami hal yang sama. Mereka yang berumur 50 tahun ke atas 'standby' di rumah. Mereka yang di bawah umur 50 tahun masih mendapat jadwal terbang, itupun bergantian karena jadwal penerbangan menurun drastis! Teman-teman saya sesama trainer juga mengalami hal yang sama dengan saya, yaitu pembatalan jadwal training yang berlangsung secara tatap muka.

Maret itu, tiba-tiba saya membuka platform lama saya, yaitu website builder dan aplikasi android. Sebuah platform yang sudah saya bangun sejak 2012 melalui perjalanan uji-coba dan jatuh-bangun juga. Tanpa pikir panjang saya bangun 'Ruang Diri', yaitu sebuah platform Learning Management System yang dapat menggantikan pelatihan tatap muka. Saya bangun juga aplikasi androidnya apabila peserta akan mengakses lewat aplikasi.

Dari trainer yang bergerak di pelatihan tatap muka, saya mulai melangkah di bidang platform online, tetapi saya membatasi bukan sebagai trainernya. Saya selaku penyedia platform. Saya menjual platformnya!

Saya memulai mengabarkan ke media sosial bahwa saya menjalankan Learning Management System yang bernama Ruang Diri. Beberapa perusahaan rekanan juga saya kabari untuk mencoba dan menjalankan platform tersebut.

Apa yang terjadi? Ada orang yang mengatakan bahwa saya adalah 'Trainer Paceklik' (terpuruk) yang harus mengais-ngais untuk mengadakan training online. Saat awal Maret, memang belum banyak Trainer yang berbondong-bondong pindah ke platform online. Baru setelah masuk bulan Mei, semua platform pelatihan pindah ke online semua.

Ya, semua Trainer saat itu mengalami 'paceklik'. Bagaimana tidak? Semua pelatihan tatap muka ditiadakan. Sampai kapan? Entahlah. Trainer yang tidak 'turn arround' untuk merambah dunia online sudah pasti akan kehilangan kontraknya.

Bagaimana dengan cibiran tadi? Pada masa-masa pandemi seperti ini, layakkah kita mencibir siapapun juga yang memang terpuruk? Perusahaan-perusahaan resto besar yang kita tahu sekarang turun ke jalan. Apakah kita akan mencibir mereka? Bagaimana nasib karyawan-karyawan mereka? Bukankah kita seharusnya saling bantu, saling support dan saling menguatkan untuk tetap bisa menjalani masa pandemi ini?

Saya tidak peduli dengan itu semua. Prinsip saya adalah berkarya nyata dan bermanfaat. Platform saya berkembang. Dan saat ini sedang meneruskan project yang tadinya akan dilakukan secara offline kemudian diubah menjadi platform online. Projec dari Asian Development Bank yang bekerjasama dengan Pugajinou international consulting dan Inno Change international consulting.

Kembali kepada "Passion without creation is nothing". Andai saja saya hanya berpangku tangan tanpa kreasi apapun juga, walaupun saya punya passion, maka hal itu tentu saja tetap 'nothing'. Creation tidak dapat ditunggu dan kemudian dapat tiba-tiba ada ala 'abrakadabra'. Creation merupakan action!

Dari turn around tersebut, saya bersyukur dapat membantu teman-teman yang membutuhkan investasi dalam pekerjaannya. Dari teman yang berbisnis catering dalam skala industri besar, teman yang berbisnis pengadaan barang, dan juga bisnis bahan pokok pangan. Saya berani memberi support investasi dalam bidang yang selama ini masih bergerak, yaitu pangan dan barang dasar keperluan perkantoran.

Dulu telpon teman seperti, "Pak, ada modal 200 juta buat suntikan proyek saya tidak?" -- hal itu saya hindari karena beberapa faktor. Namun saat ini saya bersyukur, justru dengan 'turn arround' dari kondisi trainer paceklik tadi, Saya bisa turut memutarkan Kembali bisnis teman-teman yang butuh dukungan untuk berjalan.

Tahun 2015 saya 'turn arround' untuk terjun di dunia pelatihan secara total dengan resign dari pekerjaan saya. Dan tahun 2020 ini saya kembali harus 'turn arround' untuk secara perlahan menggantungkan 'pointer' presentasi dari dunia pelatihan offline.

Namun dari semua langkah-langkah 'turn arround' tersebut, ada satu yang tidak penah saya tinggalkan, yaitu menulis dan menerbitkan buku!

Kita semua tentu punya pengalaman yang unik dan berbeda dalam kondisi pandemi seperti ini. Pesan saya, jangan saling mencibir kondisi orang lain. Jangan mencela keterpurukan orang lain. Marilah kita saling support dan saling menguatkan, bukan saling menggunjingkan kejatuhan yang disebabkan kondisi 'force majure' ini.

Kita bisa bangkit, walaupun pelan, marilah saling mendamaikan.

Kita bisa lalui, walaupun panjang, marilah saling menghibur hati.

Bila kamu kuat, angkat yang lemah.

Bila kamu masih bisa melangkah, tunggu yang terbata di bawah.

Sampai Kapan? Marilah kita ingat kalimat ini lagi; "Passion without creation is nothing"

Agung webe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun