Pada tanggal 26 November 1997 di Teater Satu Merah Panggung di gedung Cak Durasim Taman Budaya Jawa Timur (TBJ), Jl. Gentengkali, Surabaya, Ratna Sarumpaet menggelar pentas drama monolog Marsinah Menggugat.Â
Pentas yang menjadi tema protes atas kasus Marsinah malam itu dilarang oleh kepolisian. Pintu ditutup dan penonton dilarang masuk. Penonton yang sangat antusias menanti Ratna Sarumpaet menggelar monolognya ribut. Kemudian Ratna Sarumpaet memanjat pagar untuk meminta maaf kepada penonton dan menyanyikan lagu Indonesia Raya! Heroik dan Ratna Sarumpaet mulai dikenal sebagai pembela hak-hak perempuan dan terjun ke politik. Ia bahkan  menulis naskah pementasan orisinal pertamanya tersebut, Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah.
Ratna Sarumpaet pernah menjadi kepala Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2003. UNICEF pernah memintanya menulis drama untuk meningkatkan kesadaran perdagangan anak di Asia Tenggara. Dan setelah itu Ratna Sarumpaet pada tahun tahun 2009 membuat film layer lebar perdananya yang berjudul, Jamila dan Sang Presiden.Â
Pada tanggal 10 Desember 2010 - di Tugu Perdamaian Ambon, bertepatan dengan hari HAM sedunia, Ratna meluncurkan novelnya  "Maluku Kobaran Cintaku", sebuah novel fiksi dengan latar belakang kerusuhan antar agama yang pernah melanda Maluku tahun 1999 -- 2004.
Awal Desember 1998, ARTE, sebuah stasiun televisi Perancis dan Amnesty International mengabadikan perjalanan Ratna sebagai pejuang HAM dalam sebuah film dokumenter (52 menit) berjudul "The Last Prisoner of Soeharto". Pada peringatan 50 tahun Hari HAM sedunia, film ini ditayangkan secara nasional di Perancis dan Jerman.
Beberapa paragraf di atas sengaja saya kutip dari berbagai sumber internet termasuk Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Ratna_Sarumpaet) agar saya melihat Ratna Sarumpaet secara utuh dan tidak hanya melihatnya pada saat-saat ini ketika ia terjerat kasus yang dikatakan sebagai "membuat berita bohong".
Dari berbagai perjalanan dan prestasi yang pernah dicapai Ratna Sarumpaet, terus terang saya kagum. Kagum dengan dedikasinya, komitmennya, kerja kerasnya dan kecerdasan di bidang yang digelutinya. Ya, kekaguman saya karena dari berbagai prestasi yang pernah dicapainya, ia juga pernah menjadi Editor Film yang bekerja sama dengan MGM di Los Angeles pada tahun 1985-1986.
Semua hal di atas sekali lagi bagi saya adalah merupakan prestasi yang hebat! Dan untuk itu, tidak ada alasan bagi saya untuk mengatakan bahwa seorang Ratna Sarumpaet adalah orang bodoh yang begitu mudah berbohong untuk sebuah cerita yang dikatakan dikarang untuk anaknya.Â
Dalam perjalanan hidupnya yang mendulang berbagai macam prestasi yang menunjukkan kecerdasannya tersebut, seorang Ratna Sarumpaet tentu saja tidak akan melakukan tindakan ceroboh.
Ada satu kalimat yang ditulis oleh health.detik.com dan menarik bagi saya. Kalimat tersebut adalah, "Faktor lain yang tidak bisa dikesampingkan adalah usia, mengingat usia Ratna Sarumpaet sudah menginjak 69 tahun. Di usia-usia lanjut, fungsi otak sangat mungkin mengalami penurunan."
Melihat peristiwa ini, kita dan siapapun juga sangat mungkin akan mengalami hal yang sama apabila tidak selalu menjaga kesadaran tentang usia yang terus berjalan. Apa saja yang mungkin terjadi ketika sebuah kesuksesan pernah anda alami dan usia anda terus bertambah?
Pertama adalah, Success Trap. Seseorang dapat terjebak pada perasaan masa-masa suksesnya sehingga ia beranggapan harus terus mempertahankan hal tersebut.
Kedua adalah, Competence Trap. Kadang  karena umur yang semakin bertambah, seseorang tidak mau belajar dan mengikuti perkembangan jaman sehingga ia merasa kompetensinya selalu cukup tanpa belajar kembali.
Ketiga adalah, Cannibalization Trap. Dalam hal ini seseorang takut akan hal-hal yang baru yang ia pikir dalam kondisi umurnya tidak dapat dikuasai lagi.
Mungkinkah di umur Ratna Sarumpaet yang menginjak 69 tahun mengalami salah satu Trap di atas? Sangat mungkin. Ya, apabila seseorang sudah menyadari posisinya, kapan ia akan berlari dan kapan ia harus berhenti, maka sesuai dengan filosofi Jawa yaitu, "Lengser Kaprabon, mandeg Pandita", maka kita semua dapat beralih peran dari semua profesi yang pernah kita jalani karena kita sadar bahwa tidak selamanya posisi dalam profesi tersebut kita pegang  dan jalani selamanya. Mungkin Ratna Sarumpaet terlambat menyadari hal tersebut. Padahal di umurnya yang menginjak 69 tahun dengan segudang pengalaman dan prestasinya, ia dapat menjadi wanita yang bijaksana dengan menuntun orang-orang baru yang masih bertenaga seperti ia waktu muda.
Kali ini, peristiwa yang menimpa Ratna Sarumpaet adalah cermin agar kita sadar kapan kita terus berjalan dan kapan kita berhenti. Kapan kita harus bicara dan kapan kita harus diam. Juga kapan kita memimpin dan kapan kita menuntun.
Salam Indonesia Damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H