Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Palu dan Donggala, Doaku untukmu Semua

2 Oktober 2018   00:58 Diperbarui: 2 Oktober 2018   01:04 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang saya ceritakan tentang kepanikan kolektif di atas dapat dijadikan refleksi bersama, bahwa kita harus berhati-hati dengan emosi, apalagi secara kolektif (bersama). Kondisi masyarakat yang bingung, tidak ada listrik -- tidak ada komunikasi, tidak ada bahan pangan dan air bersih, sangat rentan dengan pikiran kalut, takut dan panik.

Tahun 2006, saat gempa Yogya, media sosial yang ramai baru twitter dan Friendster (penggunanya juga tidak sebanyak facebook sekarang), sehingga posting foto gempa dan beritanya belum secepat saat ini dengan media facebook. Tentu ada sisi positif dan negatif. Sisi positif dengan berita yang sangat cepat maka bantuan juga cepat datang. Sisi negatif adalah menciptakan kepanikan kolektif yang lebih luas. Apakah saat gempa Yogya tidak terjadi penjarahan toko makanan? Tidak terjadi pencurian sepeda motor yang ditinggalkan di jalan? Itu semua terjadi. Sekali lagi hal tersebut dipicu karena kepanikan kolektif. Apalagi ada oknum yang sengaja memanfaatkan situasi tersebut untuk mencuri atas nama 'kesempatan'.

Di setiap bencana akan terjadi kepanikan kolektif. Penyebab utamanya adalah karena bingung tidak tahu harus berbuat apa dan berpikir harus menyambung hidup. Lalu siapa yang bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang dihasilkan dari kepanikan kolektif tersebut? Ya, kita semua. Terutama aparat keamaan yang diterjunkan dengan cepat guna meredam aksi-aksi di luar nalar yang ada. Kemudian kita yang berada di luar lingkungan bencana yang tentu saja seharusnya tidak tertular kepanikan tersebut. Apabila tertular juga maka seseorang hanya dapat mencari kambing hitam dan melampiaskan marahnya tanpa alasan. 

Ketenangan kita yang di luar, dengan tidak menghakimi pihak manapun juga, dengan tidak menyalahkan siapapun juga, akan membantu meredam kepanikan kolektif yang sedang terjadi. Apabila dapat memberikan bantuan sekecil apapun, dalam bentuk apapun, maka lakukanlah dengan tepat sasaran. Namun apabila belum dapat memberikan bantuan secara moril maupun material, maka berikanlah bantuan dengan doa dan diam.

Doa dengan cinta anda, diam atas berita yang tidak anda ketahui secara nyata, adalah bantuan besar untuk menciptakan ketenangan kolektif. Dan ketenangan kolektif ini yang nantinya diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk tetap kokoh dalam menerima apapun yang hadir secara tak terduga, baik itu apa yang kita namakan bencana atau suka cita.

'Pray for Palu & Donggala' 

Agung webe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun