Mungkin kata sederhana yang tidak banyak diperhatikan banyak orang. Atau karena sering membaca kata ini dalam kaitan-kaitan dengan kalimat tertentu sehingga asosiasi pikiran kita akan menganggap sebagai hal-hal khusus seperti aturan atau undang-undang yang nantinya harus dilaksanakan.
Atau kadang, apabila ada sebuah persoalan yang mengakibatkan kebimbangan dalam memilih, seseorang bertanya, "Sudah ada fatwanya belum?". Kemudian apabila memang sudah ada fatwa, maka hal tersebut dianggap sebagai hal yang harus dilakukan dan ditaati.
Apa itu Fatwa?
Menurut Wikipedia Fatwa adalah "Sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab artinya adalah "nasihat", "petuah", "jawaban" atau "pendapat".
Menurut KBBI, Fatwa adalah "Keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah dengan kata lain yaitu nasihat orang alim"
Menurut Moh Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2008-2013, Fatwa tidak mengikat dan tidak bisa dipaksakan melalui penegak hukum. Fatwa itu tidak lebih dari pendapat hukum (legal opinion) yang boleh diikuti dan boleh tidak diikuti. Dari sudut peraturan yang bersifat abstrak, fatwa baru bisa mengikat kalau sudah diberi bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang berwenang, misalnya dijadikan undang-undang atau peraturan daerah sehingga menjadi hukum positif.
Dengan keterangan di atas, Fatwa merupakan pendapat hukum (legal opinion). Karena hal tersebut merupakan pendapat, anjuran atau nasehat, maka boleh diikuti dan juga boleh tidak diikuti.
Dalam sebuah desa, ketika ada perselisihan dalam memilih sesuatu (terutama dalam hal agama), maka penduduk desa mendatangi ulama desa dan meminta nasehat atau petunjuk. Kemudian setelah ulama desa mengemukakan pendapatnya tentang jalan keluar dari permasalahan, bisa dikatakan bahwa ulama desa telah mengemukakan fatwa.Â
Namun petunjuk, anjuran atau nasehat tersebut tidak harus wajib diikuti dan boleh diabaikan. Esesnsinya tentu saja, karena penduduk desa telah meminta nasehat dan petunjuk, maka nasehat dan petunjuk yang ada secara moral harus digunakan sebagai pertimbangan dalam memutuskan perselisihan tersebut.
Fatwa di Indonesia sangat terkait dengan Lembaga yang bernama MUI (Majelis Ulama Indonesia). MUI menurut Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama Indonesia ("Perpres 151/2014") adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.
Seperti ilustrasi permasalahan sebuah desa di atas, Fatwa MUI bukanlah sebuah peraturan perundang-undangan yang mengikat di Indonesia. Seperti kutipan dari Moh Mahfud MDdi atas bahwa fatwa merupakan legal opinion dan baru bisa mengikat kalau sudah diberi bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang berwenang, misalnya dijadikan undang-undang atau peraturan daerah sehingga menjadi hukum positif.
Artikel ini saya tulis karena beberapa teman-teman yang masih bingung ketika ada pengumuman adanya Fatwa dan berucap, "Sudah ada fatwanya lho!" -- "Fatwa sudah keluar mari kita taati."
Sekali lagi, apabila kedudukan fatwa dipahami sebagai nasehat, anjuran, petunjuk atau legal opinion, maka siapapun yang membaca sebuah fatwa tetap mempunyai ruang kebebasan untuk memilih untuk mengikuti nasehat tersebut atau mencari nasehat lagi atau bahkan mengabaikannya karena mempunyai dasar-dasar pemikiran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H