Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Ahok di Zaman Majapahit?

10 Mei 2017   18:51 Diperbarui: 10 Mei 2017   19:00 3722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Majapahit adalah salah satu kerajaan besar dalam sejarah kerajaan Indonesia. Masa kebesaran kerajaan Majapahit dicapai pada masa kekuasaan Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (1328-1350 M) dan masa keemasan Majapahit dicapai pada masa kekuasaan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389 M).

Ada satu masa ketika kerjaan Majapahit sempat tergoncang akibat peperangan yang terjadi selama lima tahun, yaitu perang saudara yang terkenal dengan nama perang paregreg (1401-1406 M) pada masa kekuasaan raja kelima Majapahit, yaitu Wikramawardhana. Perang ini terjadi karena Bhre Wirabhumi yang memerintah Kadipaten Blambangan memberontak ingin melepaskan diri dari Majapahit. Namun akhirnya pemberontakan itu dapat ditumpas dengan melibatkan seorang ksatria yang punya turunan darah Blambangan itu sendiri, yaitu Minak Jinggo.

Dari sinilah cerita menarik Majapahit ini dimulai. Cerita ini adalah ‘sejarah mbeling’ yaitu cerita yang sudah saya modifikasi agar renyah, gurih, nikmat dan siap saji!

Rapat elit para politikus Majapahit sedang berlangsung karena sebentar lagi kerajaan besar itu akan melangsungkan pemilihan adipati untuk kabupaten yang berpengaruh terhadap kekuasaan Majapahit, yiatu Blambangan. Blambangan menjadi kadipaten strategis bagi Majapahit karena mempunyai anggaran APBD yang sangat besar dan merupakan setoran terbesar bagi para petinggi kerajaan. Salah satu partai besar Majapahit yang dipimpin oleh seorang wanita yang masih mengagumi Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhanisedang kebingungan karena calonnya belum mempunyai wakil Adipati. Kemudian dalam rapat elit tersebut partai ini terlibat ‘transaksi’ dengan partai lainnya yang merupakan pengagum Prabhu Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada yang bergaya militer dan keras!

“Gue ada wakil. Ini anak masih lugu, jujur dan berani. Nanti kita pasangkan saja dan tinggal kita bagi untung.”

“Setuju deh, gue juga bingung dan daripada lama boleh gue ambil tawaran lu.”

Akhirnya kedua partai besar Majapahit ini berhasil mengusung nama untuk adipati Blambangan yang baru, yaitu Bhre Wirabhumi dan wakilnya yang masih lugu. Seiring berjalannya waktu ternyata Bhre Wirabhumi dan wakilnya mempunyai tujuan sendiri yaitu memerdekakan Blambangan.

“Gue nggak mau diatur-atur sama orang-orang dulunya ngangkat gue.” Kata Bhre.

“Wah itu namanya berkhianat dong,”

“Dalam politik nggak ada berkhianat, yang ada adalah kepentingan.”

Akhirnya Bhre Wirabumi mengadakan pemberontakan. Sekian lama bumi Majapahit mengalami gonjang-ganjing gara-gara pemberontakan Bhre. Pemberontakan dilakukan tidak dengan perang senjata, melainkan dengan perang media yang melibatkan pencitraan dan self image.

Melihat kesempatan yang sangat bagus, partai yang dulunya mengusung sang wakil Bhre, segera melakukan manuver. Ia mengundang khusus si wakil untuk mengeksekusi Bhre.

“Lu naik ya!”

“Bagaimana dengan partai dari Tribhuwana bos? Kan mereka yang back-up Bhre?”

“Tenang saja, mereka lagi nggak punya duit, lagi bangkrut.”

“Siap laksanakan bos!” kata si wakil yang bernama Minak Jinggo.

Minak Jinggo itung-itung berkhianat kepada Bhre, namun ia selalu ingat kata-kata Bhre bahwa dalam politik tidak ada pengkhianatan dan yang ada adalah kepentingan. Atas hasil pengkhianatan Minak Jinggo pemberontakan Bhre dapat diredam. Media berbalik kepada Minak. Pencitraan yang tadinya dibawa oleh Bhre berbalik kepada Minak. Self Image Minak juga naik. Walaupun Minak kalau bertutur kata kasar, keras dan apa adanya, hal tersebut menjadikan nilai jual tersendiri yang akhirnya disukai oleh masyarakat Blambangan.

Minak Jinggo sebetulnya adalah seorang yang nasionalis, maka dari itu dalam perjalanannya ia sadar bahwa ia sedang dimanfaatkan oleh ‘bos’nya. Jiwa nasionalismenya membimbing ia untuk berjalan sendiri dan terlihat melawan semua pihak kerajaan yang mencari untung sendiri. Ia merupakan ancaman bagi pihak kerajaan yang selama ini mencari duit dari upeti dan bahkan korupsi jamaah yang sebetulnya sudah dilakukan dari jaman Prabu Hayam Wuruk. Sepak terjang Minak yang dianggap sebagai raksasa pemakan manusia ini ditakuti kalau sampai ia melawan kerajaan Majapahit. Bahkan sang ‘bos’ kini merasa dikhianati oleh Minak karena beberapa tindakan strategis tidak lagi berkoordinasi dengan sang bos. Namun Minak lupa bahwa ternyata partai dari Tribhuwana sudah memasangkan orang dekat sebagai wakilnya di Blambangan yang nantinya dapat digunakan sebagai orang pengganti untuk mengambil keuntungan dari APBD Blambangan.

Si Bos yang melihat ulah Minak tidak tinggal diam. Ia mencari orang baru yang diperkirakan dapat mengalahkan Minak. Akhirnya ketemulah orang tersebut yang bernama  Damar Wulan. Antara Minak dan Damar adalah dua pribadi yang bertolak belakang. Minak kata-katanya vulgar, apa adanya. Sementara Damar kata-katanya santun, terstruktur dan berasal dari kalangan terpelajar. Awalnya Damar merasa kesulitan menandingi Minak yang jujur. Ya kekuatan Minak adalah kejujuran karena terlepas dari siapapun yang mengusungnya. Minak hanya ingin Blambangan dan Majapahit besih. Namun ternyata keinginan Minak untuk membersihkan Blambangan dan Majapahit menjadi bersih tidak disukai oleh banyak pihak, termasuk bos dan dari partai Tribhuwana itu sendiri.

Rapat elit kembali digelar antara si bos dan partai Tribhuwana.

“Gue udah siapin lawan buat Minak” kata si bos

“Wah si Damar kan lemah lembut? Mana bisa? Dia Cuma pinter main kata-kata saja. Pandai menyusun kata tapi gak ada tindakan nyata.”

“Gampanglah itu bisa kita kerjakan. Calon lu sudah siap kan?”

“Udah. Nanti begitu dia kalah bahkan kita penjarakan, calon gue akan beraksi.”

“Siapa yang akan kerjakan ini?”

“Tenang aja kan ada FPM”

“Apa itu FPM?”

“Front Pembela Majapahit”

“Ooo oke, gue paham.”

Drama dimulai dan setiap sisi kejelekan Minak diekspose ke media, terutama kata-kata kasar yang sering diucapkan oleh Minak. Damar mulai mendapatkan angin segar yang menyejukkan sehingga berani melakukan serangan-serangan mematikan. Serangan-serangan Damar Wulan akhirnya membuat Minak KO! Minak terlanjur mendapat simpati masyarakat yang mengenalnya sebagai orang vulgar namun jujur. Sayang, masyarakat hanya tahu itu saja dan tidak tahu skenario awal mengapa Minak dapat duduk sebagai adipati Blambangan. Yang paling parah adalah Damar menggunakan isu agama yang diback-up oleh Front Pembela Majapahit, sehingga Minak yang kasar dan bukan berasal dari Mayoritas Blambangan dikenal sebagai orang yang tidak sama keyakinannya dengan masyarakat Blambangan umumnya.

Minak tersungkur! Ia kalah karena bertindak sendiri, sementara Majapahit adalah koloni. Bahkan saat Minak diadili, para Hakim yang mengadili mengambil keputusan sendiri dan tidak mengambil keputusan berdasar dari tuntutan JPU. Masyarakat Blambangan menangis saat mengetahui bahwa Minak harus mendekam di penjara. Mungkin butuh waktu agar masyarakat tahu sejarah konspirasi politik Majapahit sehingga ketika ia menaruh empati kepada Minak, maka empatinya adalah bagi pribadi Minak dan bukan bagi politik apapun juga.

Partai dari Tribhuwaba tidak menunggu lama karena memang itulah yang diinginkan, sementara si ‘bos’ lega karena tujuannya jangka panjang. Si bos membiarkan partai Tribhuwana bermain sendiri saat ini, yaitu anggaran APBD Blambangan tahun depan dapat masuk banyak sebagai suntikan Kerajaan.

Dari satu sisi, Minak Jinggo ada yang mengenal sebagai pahlawan Blambangan. Dari sisi lain ada yang tidak setuju Minak Jinggo sebagai pahlawan Blambangan karena memang bukan dari Blambangan melainkan dari Probolinggo. Namun yang jelas, apabila Minak Jinggo akan meneruskan langkahnya untuk membersihkan Blambangan dan Majapahit dari aparat-aparat korup yang selalu mengeruk keuntungan dari kerajaan, maka Minak harus berpihak kepada masyarakat. Minak harus berkata apa adanya dan membongkar konspirasi yang dia ketahui selama ini, bahkan ketika awalnya dia juga menerima bagian dari konspirasi tersebut. Toh ketika ia di meja pengadilan, ‘si bos’ dan partai Tribhuwana tidak membelanya sama sekali, padahal hukum Majapahit dipengaruhi oleh  Kerajaan, dan Kerajaan dipengaruhi oleh partai-partai kerajaan. Jadi sangat jelas bahwa ternyata Minak dibunuh sendiri oleh keduanya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun