Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Ahok di Zaman Majapahit?

10 Mei 2017   18:51 Diperbarui: 10 Mei 2017   19:00 3722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melihat kesempatan yang sangat bagus, partai yang dulunya mengusung sang wakil Bhre, segera melakukan manuver. Ia mengundang khusus si wakil untuk mengeksekusi Bhre.

“Lu naik ya!”

“Bagaimana dengan partai dari Tribhuwana bos? Kan mereka yang back-up Bhre?”

“Tenang saja, mereka lagi nggak punya duit, lagi bangkrut.”

“Siap laksanakan bos!” kata si wakil yang bernama Minak Jinggo.

Minak Jinggo itung-itung berkhianat kepada Bhre, namun ia selalu ingat kata-kata Bhre bahwa dalam politik tidak ada pengkhianatan dan yang ada adalah kepentingan. Atas hasil pengkhianatan Minak Jinggo pemberontakan Bhre dapat diredam. Media berbalik kepada Minak. Pencitraan yang tadinya dibawa oleh Bhre berbalik kepada Minak. Self Image Minak juga naik. Walaupun Minak kalau bertutur kata kasar, keras dan apa adanya, hal tersebut menjadikan nilai jual tersendiri yang akhirnya disukai oleh masyarakat Blambangan.

Minak Jinggo sebetulnya adalah seorang yang nasionalis, maka dari itu dalam perjalanannya ia sadar bahwa ia sedang dimanfaatkan oleh ‘bos’nya. Jiwa nasionalismenya membimbing ia untuk berjalan sendiri dan terlihat melawan semua pihak kerajaan yang mencari untung sendiri. Ia merupakan ancaman bagi pihak kerajaan yang selama ini mencari duit dari upeti dan bahkan korupsi jamaah yang sebetulnya sudah dilakukan dari jaman Prabu Hayam Wuruk. Sepak terjang Minak yang dianggap sebagai raksasa pemakan manusia ini ditakuti kalau sampai ia melawan kerajaan Majapahit. Bahkan sang ‘bos’ kini merasa dikhianati oleh Minak karena beberapa tindakan strategis tidak lagi berkoordinasi dengan sang bos. Namun Minak lupa bahwa ternyata partai dari Tribhuwana sudah memasangkan orang dekat sebagai wakilnya di Blambangan yang nantinya dapat digunakan sebagai orang pengganti untuk mengambil keuntungan dari APBD Blambangan.

Si Bos yang melihat ulah Minak tidak tinggal diam. Ia mencari orang baru yang diperkirakan dapat mengalahkan Minak. Akhirnya ketemulah orang tersebut yang bernama  Damar Wulan. Antara Minak dan Damar adalah dua pribadi yang bertolak belakang. Minak kata-katanya vulgar, apa adanya. Sementara Damar kata-katanya santun, terstruktur dan berasal dari kalangan terpelajar. Awalnya Damar merasa kesulitan menandingi Minak yang jujur. Ya kekuatan Minak adalah kejujuran karena terlepas dari siapapun yang mengusungnya. Minak hanya ingin Blambangan dan Majapahit besih. Namun ternyata keinginan Minak untuk membersihkan Blambangan dan Majapahit menjadi bersih tidak disukai oleh banyak pihak, termasuk bos dan dari partai Tribhuwana itu sendiri.

Rapat elit kembali digelar antara si bos dan partai Tribhuwana.

“Gue udah siapin lawan buat Minak” kata si bos

“Wah si Damar kan lemah lembut? Mana bisa? Dia Cuma pinter main kata-kata saja. Pandai menyusun kata tapi gak ada tindakan nyata.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun