Di perempatan ini..
Kutatap lurus..
Gapura depannya ku tembus..
Tanah gelombang tak rata..
Kutatap lurus..
Kubiarkan otakku berhayal..
Diantara janji kosong iklan sepeda motor..
Rayuan maut pencari uang halal...
Kejar target mengais sesuap nasi...
Ku terus menatap lurus..
Saat pengemis menghalangi pandanganku..
Pucat pasi iba ku dermakan baju ku..
Ku tatap lurus kupandang mentok di pertigaan lagi..
Saat... Pemulung tua terseok- kelelahan memeras keringatnya mengucur deras..
Sepeser uang di kaki ku..
Kulihat kebawa melepas egoku ku ambil sepeser uang dua sisi kehidupanku yang peddih bergulat..
Iba, peduli akan berapa teasinhnya dirimu Bapak..
Kutatap lurus..
Kembali di perempatan jalan..
Hatiku yang tertinggal perempuan gemuk menutupi sinarmu mentari yang meninggi..
Ingin ku bidik.. Ku berikan hatiku.. Untukmu..
Dalam labuhan bahtera kasih kita..
Tetap ku tatap kedepan di perempatan yang sunyi..
Meski angin kencang hiruk pokoknya orang kota ini yang ingin menghancurkan kesadaran dirinya
Saatnya diam kutatap... Pilihan itu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H