Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - Pendidik untuk asa tunas muda dunia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berjuang dalam tulisan dengan hati nurani dan menginspirasi Bagi sesama...serta mengetuk relung-relung hati sesama.. 🙏

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pengorbanan Sang Induk Ayam

15 Agustus 2020   07:02 Diperbarui: 15 Agustus 2020   06:51 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi itu.. Sang induk ayam hutan berseri wajahnya.. 

Seperti sang mentari merekah indah dari ufuk timur.. 

Sangat indah memerah hangat sekali menyengat sampai ke kulit dan bulunya.. 

Riangnya sang induk setelah berhasil di awal perjuangannya tuk menghasilkan puluhan telur

Yang terangkai cantik di sangkar bagusnya.. 

Dierami nya.. Puluhan telurnya.. 

Berharap kelak telur itu.. Menjadi anak-anak yang berbakti pada orangtuanya.. 

Detik demi detik..  Penghuni hutan ikut riang gembira, ikut merasakan dan menjaganya

Agar kelak warga barunya segera menetas... 

Sumbangan makanan demi makanan berdatangan dari semua warga hutan.. 

Wujud kerjasama warga hutan yang damai.. Harapan besar sang induk ayam.. Hutan.. 

Dan induk elang.. Ikut mengawasinya dari jauh.. 

Menit demi menit.. 

Tak terasa sang induk elang mulai melihat tanda-tanda alam yang tak bersahabat.. 

Yang membuat mereka tak bahagia... 

Kepulan asap pembukaan lahan baru.. 

Pandangan sang elang yang tajam

Memberitahu sang induk ayam.. Yang berjarak ratusan kilometer 

Dari sarangnya.. Lampu hijau rasa aman masih menampakkan bunganya.. 

Di tengah hutan yang bersemi indah... 

Jam demi jam.. 

Ancaman datang kembali... 

Dari sang elang.. Ada musang yang mulai kelaparan.. Pencuri telur... 

Berkeliaran di tengah rimbunan hutan. .. 

Sekali lagi tajamnya.. Pandangan sang elang mampu menangkapnya.. 

Sang induk ayam bersiap meng kamuflase sarangnya.. 

Dengan sabar sang induk terus mengerami nya.. 

Tanpa mengeluh sedetik pun.. 

Sungguh mulia di awal pengorbananmu.. 

Hari demi hari... 

Ancaman angin yang terus berhembus dengan kencangnya... 

Tapi masih melindunginya karena sang Penguasa alam sangat melindunginya.. 

Penuh kasih sayang dan warganya.. Saling menjaga dengan sangat baik.. 

Hebat kegotongroyongan mereka semua.. 

Semakin gemuk dan dewasa untuk menghayati perannya sebagai induk... 

Minggu demi minggu.. 

Sinyal kuning mendapatkan pesan kembali dari sang elang yang terus.. Membritahukannya.. 

Pada sang induk ayam... Sangat ayam terus berdoa.. 

Sungguh-sungguh memohon... 

Agar anaknya kelak bisa hidup... 

Karena hutan lindung mulai menjadi lahan harapan dan penebangan di mana-mana

Polisi hutan terjadi.. 

Sang induk ayam memohon.. 

Dan bertanya pada sang penguasa hutan... 

"Dimana perlindunganMu saat manusia yang tak bertanggung jawab itu.. Mulai.. 

Mengusik penghuni hutan.. 

Saat melawan sang pemburu.. 

Mulai menjual satu persatu penghuni hutan.. 

Kabarnya.. Si lutung terbakar hangus.. 

Tertembak mati.. 

" Sang penguasa hutan dimana keadilanMu"

Tanya kembali.. Sang induk ayam.. 

Sinyal untuk memindahkan sarangnya.. 

Tapi... Tetap bertahan ini rumahnya.. 

Yakin Penguasa hutan pasti menyelamatkan nya

Bulan demi bulan... 

Sang induk ayam mulai gelisah dengan sinyal merah.. 

Dari sang elang... 

Dan sang gagak mulai terus mendekati sang induk ayam.. 

Hutannya tinggal sedikit.. 

Warga hutan terus berusaha.. 

Mengajak sang induk ayam mengungsi.. 

Hutan mulai di bakar.. 

Tak tahu untuk apa.. 

Pohon besar.. Hampir semua di tebangi.. 

Hampir gundul.. 

Sungguh.. Dimana. Rumah dan rimba ku yang indah

Seru kencang sang ayam hutan... 

Sampai mati.. Ku lindungi.. 

Terbakar hangus... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun