Tiap hari saat bersepeda..
Ku selalu bertemu.. Dia dengan senyum ramahnya
Seperti moto Ngawi Ramah
Dalam ingatanku.. Saat melihatnya..
Tetanggaku.. Yang yatim piatu..
Sudah lama ditinggal orangtuanya..
Dulu dia sering ke masjid saat dia ingat..
Dan selalu ingat saatnya adzan..
Lambat laun.. Rute perjalanannya sangat jauh..
Untuk mencari sesuap nasi..
Meminta dan memelas..
Saat didepan sebuah warung dengan iba.. Pedagang itu.. Memberinya sebungkus nasi dan minuman
Berjalan lagi.. Dengan tertawa riang bergurau entah dengan siapa..
Sakitnya sudah cukup lama.. Ketika kami harus mengunjungi tapi menyerah hanya mendoakannya..
Tak pernah sakit meski tak pernah mencuci tangannya..
Sempat menangis saat tak di beri oleh para pedagang kaki lima
Sempat menangis saat teringat orang tuanya telah tiada
Meninggal setelah tersengat listrik bersama neneknya
Saat itu ku ikut melayat.. Bersama warga sekampung
Dan sempat pingsan...
Ku ingat betul saat itu dia masih bekerja di Surabaya
Saat di PHK sakit jiwanya mulai kambuh..
Dan lingkungan mulai membiarkannya..
Dia semakin bebas.. Semakin tak terusi tubuhnya..
Baju dan celana yang berhari-hari tak dicuci
Dengan.. Seorang perempuan.. Satu rumah..
Hampir setiap hari.. Membeli nasi sebungkus..
Di tetangga.. Sekitar rumahnya..
Kuyakin Bapa memberikan jalan yang terbaik bagi mereka berdua
Disepanjang hidupnya yang penuh dengan tantangan berat didepan mata..
Meskipun sekarang ini ada pandemi...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI