jelang siang ku minta beberapa buah jeruk peras
kecil-kecil tapi isi airnya cukup untuk segelas air hangat
segarkan badan sambal mengayuh sepeda melawan teriknya mentari tengah hari..
sebelum kembali meredup dalam cerahnya siang
mentari bergerak menyatukan bayangan dan tubuh
panas menyengat kulit sambal memungut buah jeruk yang jatuh
sebelum matang dan cukup keras saat dipegang erat
kupungut satu persatu yang ditanah
sambil berteduh rumah di depan makam pahlawan Ngawi..
mobil lewat dengan kencangnya.. menerpa daun kering dan orang duduk kepinggir jalan
kupungut kembali jeruk peras satu persatu setelah ku bilang pada si pemilik rumah yang ramah
sahabat yang ahli bercocoktanam berbagai tanaman apapun ingin rasanya kumenirunya..
saatnya ku merenung dengan jeruk peras yang jatuh di bawah pohon yang subur
jeruk peras sebesar jempol kaki kupungut satu-persatu
dengan tenang ku kendalikan diriku
kenapa semuda ini kau sudah jatuh..
matang sebelum waktunya matang dan besar dipohonmu yang subur
mungkinkan kau juga terkena wabah virus yang mematikan
dan mengering sebelum matang..
mungkinkah yang Kuasa memberimu umur pendek
dan harus mengorbankan nyawamu untuk semua buah yang lebat.. dan banyak di induk pohonmu...
kau harus jatuh ketanah sebelum saat nya menguning
moga kau pahlawan bagi si pohon yang lebat buahnya
dan kawan buahmu bisa sebesar genggaman taganku
moga ku bisaselalu bertahan dalam kerasnya hempasan wabah
dan selalu sehat jalani hidup ini moga esok lebih baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H