Menurut penelitian  Data.ai  yang dikutip Goodstats Indonesia, pada tahun 2023 jumlah screen time di negara kita itu tertinggi di dunia. Angkanya mencapai rata-rata 5,7 jam per hari, artinya selama waktu itu setiap warga Indonesia menggunakan papan layar elektronik seviap hari. Warga Arab Saudi, Singapura, dan Brazil yang berada di peringkat dua menghabiskan rata-rata waktu 5,3 jam setiap harinya.
Screen time adalah waktu yang dihabiskan untuk mengkonsumsi segala bentuk layanan yang disajikan lewat layar elektronik seperti handphone, laptop, tablet, atau televisi (Kompas.com, 20/11/2022).
Screen time yang panjang merugikan. Semakin lama seseorang menatap layar gawai --tanpa urgensi yang bermanfaat--, maka semakin lama pula ia terputus dari dunia nyata. Hal ini menjadi masalah karena mengurangi produktivitas kerja/belajar, mengganggu harmoni kehidupan sosial, hingga menggerogoti kesehatan fisik dan mental.
Selain dampak negatif bagi individu, tingginya angka screen time juga otomatis meningkatkan konsumsi energi listrik yang sebagian besar berasal dari energi fosil, batubara. Tidak hanya untuk suplai daya gawai saja, penggunaan energi listrik juga jadi bertambah untuk penerangan dan kebutuhan tambahan lain seperti konsumsi camilan, pulsa, kuota, transportasi. Â
Pada dasarnya setiap aktivitas manusia memerlukan energi langsung dan tidak langsung. Kegiatan yang kurang produktif berarti akan membebani kebutuhan energi.
Cara mengurangi screen time
Ada 5 cara untuk mereduksi ketergantungan pada gadget menurut Harvard Business Review.
Inti dari kiat-kiat dari Harvard tersebut adalah mengurangi kontak dengan gadget itu sendiri secara fisik. Kelima cara tersebut adalah:
- pertama, jangan terpaku pada komunikasi media sosial seperti chatting;
- kedua, membatasi waktu pertemuan secara daring;
- ketiga, lebih mengutamakan aspek physical ketimbang digital;
- keempat, lebih banyak bergerak; dan,
- kelima, membuat jeda waktu bebas gadget.
Salah satu cara pada kategori pengutamaan aspek fisik dalam menekan screen time adalah pemanfaatan kertas bekas atau coret-coretan dalam mengorganisasi kegiatan harian. Hal ini selain menjaga lingkungan dari limbah domestik, juga dapat memutus kecanduan alat digital yang semakin mewabah.
Menurut pengalaman dan pengamatan penulis, ketergantungan pada gawai untuk berkomunikasi dan bekerja/belajar akan membuka pintu pada paparan media yang lebih banyak noise-nya daripada voice. Pembuat konten semakin kreatif dan kanal web atau medsos membuat algoritma yang menjerat pengunjung.
Waktu selama sepuluh menit hingga setengah jam mungkin sudah cukup untuk mengurus keperluan penting dengan perangkat seluler. Akan tetapi berjam-jam setelah itu kita hanyut di medsos atau situs berita yang mana hal tersebut sebenarnya (lebih banyak) bukan urusan kita.