Indonesia sudah punya pengalaman lonjakan kasus COVID-19 pasca-libur panjang pada pertengahan tahun ini. Guru yang baik itu mengajarkan bahwa  untuk libur akhir tahun besok kita harus berhati-hati.
Selain pengalaman, saat ini vaksinasi sudah 62,5%. Meskipun belum maksimal tapi  hal itu tentu menjadi bekal kekebalan kolektif dalam menghadapi wabah. Ekonomi dan aktivitas semakin menggeliat. Harapan tumbuh bersemi seiring musim hujan akhir tahun.
Dalam negeri relatif tenang tetapi di luar sana sedang dilanda kekhawatiran. Sejumlah negara masih mengalami kenaikan jumlah pasien. Pembatasan pergerakan penumpang pesawat juga dilakukan gara-gara adanya penyebaran varian omicron.
Varian corona yang mulai terdeteksi di Afrika Selatan itu memiliki banyak mutasi dan kemampuan menular yang 5 kali lebih kuat. Pantas kecemasan melanda mengingat masih banyak negara yang kelimpungan menahan laju  peningkatan kasus baru.
Catatan worldometer kemarin menampilkan data 465.398 kasus tambahan. Total sudah mencapai 266 juta kasus atau melewati angka seperempat milyar. Angka kematian tercatat 5,2 juta jiwa dengan tambahan 5.703 per 29 November 2021.
Dari jumlah yang belum menampakkan tanda-tanda peredaan, rekor tertinggi masih dipegang Amerika Serikat. Belum tergeser negara manapun selama berbulan-bulan sejak Trump berkuasa. Mewarisi ketenangan presiden sebelumnya, Joe Biden juga menyambut omicron dengan optimisme.
Joe Biden, (cnn.com, 29/11/2021):
"We have the best vaccine in the world, the best medicines, the best scientists, and we're learning more every single day. And we'll fight this variant with scientific and knowledgeable actions and speed -- not chaos and confusion."
Masih kata worldometer,  kemarin Amerika mendapat PR tambahan merawat  69.498 pasien baru. Juara 1 untuk kategori ini. Sementara Jerman dan Inggris berbagi posisi runner-up dengan tambahan 42 ribuan kasus.
Angka yang dicapai Amerika, Jerman, dan UK tersebut mengingatkan lonjakan dahsyat di negara kita yang terakhir. Sekitar itu. Tak terbayangkan dan tentunya tak ingin terulang cuma karena ceroboh mengantisipasi omicron.
Fakta bahwa AS memiliki teknologi kesehatan terbaik sudah dikatakan Biden sendiri dan dunia mengakui. Tetapi apakah hal itu mampu mengubah nasib Paman Sam dari kursi panas ranking satu corona? Sayangnya saat ini masih belum.
Inggris dan Jerman juga tentu punya fasilitas kesehatan dan teknologi kedokteran terbaik tetapi hingga saat ini bayang-bayang virus masih menempel ketat.
Beberapa hari lalu Jerman terpaksa mengungsikan sebagian pasien ke Italia. Terjadi penambahan kasus secara drastis sehingga kapasitas RS tak mampu mengimbangi. Daerah yang mengalami sedikit kasus juga kebagian jatah merawat pasien dadakan.
Itu juga pelajaran. Bagaimana perbaikan sektor-sektor --ekonomi, pendidikan-- dapat dikejar seandainya tiap hari kita dikejar-kejar antrean pasien  yang gawat darurat?
Penambahan kasus memang sepertinya tak akan terhindarkan mengingat kondisi global masih rawan. Tetapi sedapat mungkin kasus harian itu berada pada rentang aman yang sesuai dengan kapasitas dan jumlah nakes kita.
Hal ini tentunya bukan pekerjaan Satgas COVID-19 semata. TNI-Polri, ASN, pihak swasta, ormas-ormas, parpol dan semua pihak perlu terlibat. Jangan sampai lengah atau terlambat karena hal itu lebih susah obatnya dibanding yang untuk corona itu sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H