Basuki Tjahaja Purnama, wilayah kerjanya itu Pertamina, tetapi baru saja ia menyinggung kanan kirinya. BUMN selain Pertamina.
Menurut mantan Gubernur DKI itu banyak kontrak BUMN merugikan keuangan negara. Artinya dicuri. Seharusnya keuntungan kontrak itu untuk kemaslahatan publik tetapi nyatanya masuk kantong siapa. Secara administrasi profil keuangan BUMN dimaksud mungkin baik-baik saja. Hal itu karena dugaan ada kongkalikong dengan oknum pengawas BPK (detik.com, 26/11/2021).
Basuki Tjahaja Purnama, Komut Pertamina:
"Banyak kontrak di BUMN yang merugikan BUMN, termasuk di Pertamina. Itu yang saya marah, ini lagi kita koreksi. Kenapa kontrak-kontrak ini menguntungkan pihak lain?"
Apa yang dikatakan Ahok seiring dengan kemarahan Jokowi dan temuan Menteri BUMN Erick Thohir.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengaku sampai harus membentak jajaran eksekutif Pertamina karena proyek TPPI tidak kelar-kelar juga. Durasinya sudah cukup lama yaitu sejak 2014. Apakah masih perlu perpanjangan 2 periode lagi sampai terlupakan?
Mulai start 2014 presiden sudah langsung menggarisbawahi TPPI karena sangat menguntungkan negara jika segera dikerjakan. Banyak produk turunan dari TPPI yang akan melepaskan Indonesia dari ketergantungan impor berbagai bahan turunan minyak bumi.Â
Nilai keuntungan Republik dari pengoperasian TPPI ini yaitu penghematan sekitar USD 4,9 miliar atau Rp 56 triliun per tahun. Dalam lima tahun saja itu sudah berarti ratusan triliun. Wajar jika Jokowi marah karena instruksinya diabaikan.
Jokowi, (kompas.com, 18/2/2021):
"Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa 4,9 miliar dolar AS. Gede sekali. Kurang lebih Rp 56 triliun. Ini merupakan substitusi. Karena setiap tahun kita impor, impor, impor. Padahal kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan."
Berbeda dengan Jokowi, Menteri BUMN menemukan potensi lain kerugian. Tampak recehan karena asalnya dari fasilitas toilet SPBU. Seharusnya gratis karena merupakan fasilitas pelayanan standar SPBU Pertamina tetapi biasanya ada kutipan 2 ribu perak.
Uang Rp 2000 tentu kecil, tetapi kalau dikali 7.026 SPBU Pertamina dikali sekian (ribu) hari pastinya jadi banyak. Memang bukan uang negara. Kutipan itu berasal dari konsumen yang tak sadar ketika membayar sesuatu yang harusnya gratis.
Reaksi Menteri BUMN kemudian segera terbit. Surat Edaran bernomor SE-16/MBUT11/2021 meluncur tanpa ba bi bu yang menyatakan bahwa fasilitas BUMN itu gratis termasuk toilet SPBU.
Lantas apakah cuma sebatas itu? Apakah kerugian yang telah terjadi selama ini tidak dicari ke mana larinya?
Ahok sendiri mengatakan bahwa seandainya hal itu terjadi dalam area kewenangannya maka pasti akan diproses. Sebagai komisaris langkahnya terbatas, tak bisa merambah ke ranah operasional organisasi. Apalagi memasuki area BUMN di luar Pertamina.
Meskipun demikian isyarat itu sudah cukup bagi pihak berwenang lain untuk segera mengusut oknum yang diuntungkan BUMN secara ilegal. Jangan sampai ada tudingan Ahok mengada-ada karena pasti pernyataan itu ada dasarnya.
Termasuk jangan pula dipolitisir menjadi isu lain untuk mengaburkan wacana. Topiknya jelas yaitu ada kerugian negara yang berasal dari kontrak-kontrak BUMN. Selain perlu audit (ulang), perlu juga BPK dievaluasi untuk membuktikan indikasi oknum yang menyalahgunakan wewenang.
Menunggu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H