Bahan-bahan tersebut menjadi alternatif  yang murah untuk menggeser  plastik konvensional. Berbagai bentuk kemasan yang saat ini ada seperti bubble wrap, plester perekat, kantong, kotak kemasan,dan  busa pelindung/ foam  semuanya dapat dibuat dari bahan yang mudah terurai di alam.
Memulai langkahÂ
Menilik potensi alam yang ada, Indonesia sebagai negara maritim sekaligus agraris memiliki semua jenis bahan baku  kemasan yang ramah lingkungan. Permasalahannya adalah belum muncul satu kesadaran dan atau tindakan bersama  untuk merealisasikan.
Kenyataan seperti yang diungkap dalam  fenomena di atas, masih sulit bagi kita untuk menghindari kemasan plastik di tengah massifnya transaksi daring.
Pembeli tidak dapat memilih dengan bahan apa atau bagaimana barang pesanan dikemas. Orientasinya hanya satu yaitu barang tiba di rumah dengan selamat. Pedagang juga demikian, secara kongkrit  mereka sulit mengorbankan kepraktisan penggunaan plastik dengan kemasan biodegradable yang masih langka.
Meski demikian bukan berarti kita boleh berpangku tangan. Menyuarakan potensi bahaya plastik kemasan adalah langkah awal sebagai  sebuah voice yang mudah-mudahan dipertimbangkan pembuat kebijakan.
Seperti ekonomi partisipatif yang melibatkan banyak pihak, konservasi lingkungan juga perlu menempuh jalan serupa. Tentunya bukan semata karena target net-zero emissions 2060 tadi. Kita melakukannya karena memang memerlukan habitat yang sehat bagi jiwa dan raga kita sendiri.***
Bacaan tambahan: