Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jokowi Tangan Besi, Ormas Ditertibkan, Dana BLBI Rp 110 Triliun Dikejar

30 Agustus 2021   00:28 Diperbarui: 30 Agustus 2021   00:33 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plang penyitaan aset berupa sebidang lahan oleh Satgas BLBI (detik.com/Ahmad Arfah).

Tagihan Kemenkeu terhadap pengutang dana BLBI sebesar Rp 110 triliun dibahas warganet. Perburuan aset negara itu dikait-kaitkan dengan drama berseri penertiban sejumlah ormas sebelumnya.

Analisis itu agaknya kejauhan dan bisa jadi mengada-ada. BLBI ya BLBI, ormas ya ormas; beda ranah. Walau demikian dan meski hubungannya diragukan, kita patut bersyukur dengan rencana kepulangan dana BLBI ke kas negara itu.

Usia piutang yang sedang diincar Satgas BLBI itu sendiri sudah sangat lama. Terhitung sejak jatuh tempo umurnya ada sekira 22 tahun. Cukup (terlalu) lama tidak ditagih.

Seandainya skema penghitungan pinjaman itu mengikuti formula pinjol yang sekarang ngetrend, mungkin tingginya sudah menggunung sampai Rp 11.000 triliun.

Sebagai pembanding, beberapa waktu lalu muncul di media seorang obligor pinjol pinjam uang Rp 1 juta. Kilat. Tak perlu menunggu lama uang pinjaman itu cair.

Namun yang diterima seorang pedagang kecil di Jogja itu ternyata cuma Rp 600 ribu dan harus dikembalikan dalam tempo 14 hari. Lewat tenggat berarti kena denda Rp 50 ribu per hari.

Alhasil si peminjam akhirnya semakin terlilit pinjol hingga mencapai puluhan juta karena gali lobang tutup lobang. Saudara dan kawan-kawannya ikut terteror kerena ikut ditagih (tribunnews.com, 146/2021).

Penikmat dana BLBI lebih santai. Bukannya bayar lebih malahan uang negara yang bocor. Ketahuan setelah diinvestigasi KPK 2017 lalu, kerugian negara mencapai Rp 4,58 triliun.

Selain analisis di medsos seperti yang disebutkan di atas; apakah gencarnya Menkeu memburu para pengutang berkaitan dengan pandemi? Negara perlu uang dan semua aset potensial harus diinventarisir kembali dengan cermat? Itu juga wallahu 'alam.

Yang jelas potensi pemasukan dana yang remang-remang dari BLBI ini sekarang sudah terang benderang.

Menkeu Sri Mulyani (detik.com, 29/8/2021):

"Kita selama ini memanggil dua kali secara personal. Artinya kita tidak publikasikan. Kalau ada niat baik dan mau menyelesaikan kita akan membahas dengan mereka. 

Namun kalau sudah dipanggil satu kali tidak ada respons, dua kali tidak ada respons maka memang kami umumkan ke publik siapa saja beliau itu dan kemudian akan dilakukan langkah selanjutnya."

Soal kepatuhan, para obligor juga sekarang tak bisa main-main dengan pemerintah. Mangkir dua kali tak memenuhi panggilan berakibat pengumuman terbuka lewat koran.

Dampak dari ketegasan Kemenkeu dan Satgas BLBI sejauh ini sudah menampakkan hasil. Media baru saja melaporkan aset sitaan berupa tanah yang luasnya 5.291.200 meter persegi. Setara dengan 232 luas Gelora Bung Karno.

Empat bulan lalu pemerintah juga mengambil alih penguasaan TMII. Lahan seluas 146,7 hektar yang selama 44 tahun dikelola swasta sekarang sudah milik negara.

Tentang TMII itu cukup mengagetkan karena kabar itu muncul begitu saja meski di baliknya ada duel kesaktian kuasa dua presiden. Keppres Soeharto 1977 tumbang di tangan Perpres Jokowi 2021.

Baca: Pemerintah ambil alih pengelolaan TMII

Apakah akan ada lagi kabar-kabar gembira seperti itu? Mudah-mudahan. Lumayan untuk mengobati pedih hati rakyat menyaksikan kepala daerah dan DPRD yang beramai-ramai menikmati ratusan juta uang fasilitas negara.

Di Jember jajaran Bupati dan koleganya menerima jatah masing-masing sekitar Rp 70 juta dari anggaran pemakaman korban Covid-19. Apakah bupati ikut mencangkul tanah kuburan juga?

Di Sumbar mobil dinas baru Rp 2 milyar diserahkan kepada Satgas Covid-19 setelah panen hujatan. Dari Tangerang ada pula kabar, Rp 675 juta anggaran baju dewan dibatalkan. Terpaksa, setelah publik menilai kepantasannya.

Dari kasus-kasus di atas polanya sangat jelas terlihat. Uang dan atau aset negara itu selalu dalam kondisi rawan dicuri terutama pejabat dan kroninya.

Sebelum dibocorkan terlebih dahulu diulik dasar hukumnya supaya legal. Jika ketahuan publik tidak masalah, tinggal kembalikan saja lalu minta maaf.

Bagaimana kalau tidak ketahuan? Berarti harus menunggu ada yang ngasih tahu. Seperti kasus TMII setelah 44 tahun dan dana BLBI setelah 22 tahun itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun