Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Psy War Italia Jelang Final, "Football's Coming Home" Inggris Terancam Gagal

10 Juli 2021   16:00 Diperbarui: 11 Juli 2021   03:34 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semifinal Euro 2020 menyisakan dua finalis, Italia dan Inggris. Kedua timnas akan bertemu untuk pertama kalinya sebagai tim pemuncak di benua biru tanggal 12 Juli 2021.

Bagi Inggris, laga final di Wembley London nanti adalah memang yang perdana. Dengan pencapaian tersebut skuad Three Lions di semakin termotivasi atau malah terbebani untuk meraih kemenangan. Warga UK berharap timnas mereka mampu mewujudkan asa "football's coming home"  dalam edisi Euro kali ini.

Italia juga pasti tak ingin pulang dengan tangan hampa . 

Timnas Gli Azzuri baru sekali juara Euro tahun 1968. Sama seperti Yunani, Denmark, atau Ceko. Ibarat kata, level Italia untuk konteks Euro baru sebatas amatiran meski pernah juara dunia 4 kali.

Yang Euro-nya sudah pro itu Jerman dan Spanyol yang pernah juara 3 kali. Prancis juga mendingan dengan perolehan dua trofi. Untuk mengejar prestasi mereka, Italia harus memenangkan final besok.

Marco Materazzi (kompas.com, 9/7/2021):

"Inggris bermain di kandang, seperti Jerman pada 2006. Saya ingat wajah para pemain Jerman di terowongan stadion. Mereka seputih jersey mereka. Kami saling memberi tahu satu sama lain 'Mereka punya rasa takut, mereka punya rasa takut', dan mereka benar-benar memilikinya."

Meskipun sangat berambisi di dalam, tetapi di permukaan Italia harus tampak kalem. Psy war.

Senior Gli Azzuri Marco Materazzi mengatakan bahwa dirinya membaca ketakutan Inggris saat ketinggalan 0-1 lawan Denmark. Ia membandingkan hal itu dengan pengalaman final Piala Dunia 2006, kala melihat wajah skuad Der Panzer pucat pasi seputih seragamnya.

Bonucci dengan halus menimpali, melawan Inggris ibaratnya pertandingan antara orang tua menghadapi anak muda.

Maksud perkataan Bonucci yaitu Italia sebagai orang tua yang berpengalaman, Inggris yang muda masih hijau bau kencur. Maksudnya begitu. Masa mau bilang, "Pemain Italia akan lebih fokus memikirkan bekal akhirat, saatnya Inggris yang muda-muda juara...". Gak mungkin.

Bek andalan Italia, Leonardo Bonucci (34) dan Chiellini (36) dalam sebuah sesi latihan (detik.com/ Getty Images - Claudio Villa).
Bek andalan Italia, Leonardo Bonucci (34) dan Chiellini (36) dalam sebuah sesi latihan (detik.com/ Getty Images - Claudio Villa).
Perang urat saraf dalam dunia olahraga itu biasa. Seperti ayam jago yang meremang bulu leher dan sayap-sayapnya kala bertatap muka dengan lawan. Harus tampil intimidatif.

Bagaimana dengan fakta dan data-datanya?

Merujuk beberapa pertandingan terdahulu selama Euro 2020, kedua timnas memang sama-sama jago. Belum pernah ada yang kalah. Masing-masing juga punya keunggulan dan kelemahan.

Dalam beberapa hal Inggris lebih baik. Ujung tombaknya lebih tajam, defender dan kipernya lebih tangkas. Kemudian jangan lupakan bahwa final besok berlangsung di kandang singa, Wembley Stadium London.

Italia punya kelebihan di lini tengah. Kemampuan mencetak gol juga lebih merata dibanding Inggris.

Membandingkan performa di lini depan, performa Harry Kane dan Raheem Sterling --bukan diving-nya-- memang terbilang sedang oke. Catatan UEFA menempatkan sang kapten di peringkat 6, sementara Sterling posisi 7.

Saingan terdekat dari skuad Italia berada pada peringkat 71 yaitu Lorenzo Insigne. Lalu, Ciro Immobile ranking 105.

Untuk posisi di bawah mistar, kiper Jordan Pickford yang baru kebobolan sekali berada di peringkat 37. Jauh di atas Gianluigi Donnarumma, ranking 87.

Pickford sejauh ini sudah menyelamatkan gawang 11 kali dan clean sheets 5 kali (laga tanpa kemasukan bola). Calon lawannya, Donnarumma, pernah teledor mengawal gawang 3 kali dan catatan total saves baru 9. Jumlah clean sheets juga hanya 3.

Di depan Pickford, lini belakang Inggris adalah pasukan berani mati yang pilih tanding. Menang banyak di atas Italia. Dengan konsistensi performa yang mereka tampilkan, pantas jika Inggris baru kebobolan 1 bola.

Lima teratas --antara Inggris dan Italia-- didominasi oleh anak buah Harry Kane.

Kelima pemain tersebut berturut-turut yaitu Harry Maguire ranking 17,  kemudian Luke Shaw (22), terus defender Italia Spinazzola (44), John Stones (46), dan Kyle Walker (84). Itu saja Spinazzola sedang bermasalah akibat cedera beberapa waktu lalu dan tak bisa bermain. Posisi 6 dan 7 baru ada pemain Itali lagi yaitu Giovanni Di Lorenzo dan Leonardo Bonucci.

Pemain Italia Leonardo Spinazzola ditandu keluar lapangan akibat cedera dalam laga melawan Belgia (ligaolahraga.com).
Pemain Italia Leonardo Spinazzola ditandu keluar lapangan akibat cedera dalam laga melawan Belgia (ligaolahraga.com).
Yang boleh menjadi  andalan Italia untuk menyekat pergerakan skuad Inggris yaitu barisan lini tengahnya. Inilah keunggulan Gli Azzuri yang terpantau UEFA selama perhelatan Euro 2020.

Dari 5 elit penjaga zona tengah, 4 di antaranya dikuasai Italia. Ada 1 Inggris dan posisinya berada paling bawah. Mereka yaitu Marco Verrati (4), Manuel Locatelli (27), Jorginho (32), Nicolo Barella (59), dan lini tengah Inggris Kalvin Phillips (63).

Data lainnya yang mendukung kekuatan Italia adalah tersebarnya potensi goal getter yang lebih merata.

Inggris memang boleh bangga dengan pencapaian 4 gol Harry Kane dan 3 gol Raheem Sterling. Namun hal itu dapat berarti juga potensi pemain lain mencetak gol lebih kecil.

Italia di sisi lain tidak punya calon top scorer yang menjanjikan karena  rata-rata baru mengemas 2 gol. Akan tetapi yang baru mencetak 2 gol itu banyak sekali. Mereka yaitu Ciro Immobile, Lorenzo Insigne, Manuel Locatelli, Matteo Pessina, dan Federico Chiesa.

Jadi, bagi Italia relatif lebih mudah untuk mengawasi dua orang skuad Inggris yang hobi bikin gol: Kane dan Sterling. Sementara bagi Inggris sulit menebak mana yang harus dipepet lebih ketat kala Gli Azzuri menembus sepertiga lapangan di wilayah mereka.

Dengan kondisi seperti itu pekerjaan berat Harry Kane adalah menembus kotak penalti Italia. Kalau sudah di dalam probabilitasnya akan lebih gampang. Catatan menunjukkan, empat gol Kane itu semuanya inside the box.

Jika 1 saja Kane mampu bikin gol maka Inggris sudah sah juara Euro 2020 --asal Italia tak mampu membalasnya. Misi merealisasikan proyek footbal's coming home pun otomatis completed.

Namun  hal itu pasti berat dengan adanya penyekatan Italia di tengah hingga Kane --dan Sterling-- tak akan dibiarkan menginjak area box Gli Azzuri. Sterling jelas patut diwaspadai mengingat insiden penalti  tempo hari.

Terakhir yang penting juga adalah mudah-mudahan jangan sampai terjadi adu penalti. Kalau memungkinkan lebih baik laga diulang daripada harus adu tos-tosan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun