Pada babak kedua itulah kita dapat melihat apakah Moeldoko akan bertarung habis-habisan ataukah melanjutkan dagel-dagelan. Persoalannya jelas, keputusan PTUN adalah urusan negara, produk yudikatif yang tidak terkait dengan posisi Jokowi sebagai presiden. Dengan itu pula maka  posisi Moeldoko sebagai pribadi  tidak ada kaitan dengan Jokowi.
Jika kubu Moeldoko all out memenangkan gugatan dengan menyasar kelemahan AD/ ART Demokrat tahun 2020 yang dianggap inkonstitusional berarti mereka memang serius. Akan tetapi jika mereka main mata untuk mengalah yang kedua kalinya maka berarti pendapat Razman Arif ada benarnya.
Razman sebagai (mantan) tim pembela Demokrat KLB mengaku kerap diintervensi Darmizal dan Nazaruddin di bidang hukum. Ranah ini menurut Razman adalah wilayah dirinya yang menangani soal hukum yang tak boleh diganggu gugat oleh Darmizal dan Nazaruddin. Kekalahan hukum Demokrat KLB yang dibelanya menurut Razman akan mencederai reputasinya sebagai pengacara. Oleh karena itu ketika kubu Moeldoko tampak mengalah maka Razman langsung pamit.
Dengan berakhirnya babak pertama dan maju tahap kedua gugatan PTUN, Demokrat AHY --termasuk di dalamnya SBY-- harus siap menerima apapun keputusan pengadilan. Jika nyata-nyata mereka kalah dan Demokrat KLB yang menang maka kubu AHY gantian harus sportif.
Pada awal-awal kubu AHY mengangkat kasus kudeta partai ini, tuduhan intervensi gencar dialamatkan kepada Jokowi dan jajarannya. Namun saat terbukti pemerintah mengakui legalitas partai versi mereka, publik melihat dengan terang tidak ada yang minta maaf atas kekeliruan tuduhan tersebut.
Dengan demikian maka urusan kudeta Demokrat adalah urusan politik masing-masing pihak yang bersengketa. Tak bisa lagi AHY dkk menuding pemerintah di balik kekalahan andai PTUN tidak berpihak pada mereka.
Sebaliknya, saran M Rahmad kepada SBY untuk mendirikan partai baru patut dikaji sungguh-sungguh. Mumpung masih ada waktu, pendirian partai baru baik oleh Moeldoko maupun SBY keduanya masih sama-sama memungkinkan.
Lain halnya jika gugatan PTUN adalah sebenarnya dagel-dagelan juga. Penonton cukup terhibur dengan aksi menegangkan aktor-aktor politisi yang cukup berbakat. Siapa tahu ada yang mau mengangkat drama politik itu ke layar lebar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H