M Rahmad, jubir Demokrat versi KLB:
"Terkait opsi kedua Andi yang menawarkan membuat partai baru, maka kami bersama tokoh-tokoh pendiri Partai Demokrat yang dulu mereka berdarah-darah mendirikan partai tahun 2001, mempersilakan SBY untuk mendirikan partai baru (detik.com, 5/4/2021)."
Menkumham Yasonna Laoly sudah mengambil keputusan bahwa Demokrat yang sah adalah Demokrat di bawah kepemimpinan Ketum AHY. Dengan keputusan tersebut tampak jelas bahwa AHY sangat sumrimgah. Senyum mengembang saat konpers menanggapi putusan pemerintah.
Pihak Moeldoko tidak begitu reaktif. Kalem bin cool. Tidak ada gerakan geradak geruduk. Demokrat versi KLB menerima dengan terbuka keputusan Menkumham.
Terhadap sikap tersebut kita menaruh respek atas sikap Moeldoko dkk; mengedepankan asas legalitas berdasarkan pengakuan terhadap pemerintahan yang sah. Coba kalau tidak, pasti Jokowi lagi yang kena tuduhan macam-macam.
Akan tetapi soal mengapa Moeldoko santai, kita bisa mengira-ngira sebabnya.
Yang pertama adalah drama Demokrat sepenuhnya dagelan untuk mengangkat popularitas. Indikasinya adalah lawyer Demokrat KLB Razman Arif Nasution yang mendadak pamit dari tim Moeldoko. Alasannya yang paling esensial adalah kubu Moeldoko terkesan tak ingin menang dengan sengaja tidak melengkapi syarat untuk mengajukan kepengurusan sebuah partai. Ketidaklengkapan itu yang disoal Yasonna Laoly untuk memutus bahwa Demokrat KLB ilegal.
Sebab yang kedua berkaitan dengan strategi.
Moeldoko bagaimanapun masih pejabat KSP seperti yang menjadi titik kritis serangan Demokrat AHY. Posisi tersebut juga menjadi bahan olok-olokan berbagai pihak termasuk dari kubu relawan Jokowi.
Dengan mengalah di babak pertama Moeldoko ingin agar pemerintah tidak terbebani dengan persoalan yang melibatkan pilihan politik dirinya. Namun demikian Moeldoko memastikan bahwa proses hukum terus berlanjut. Mereka akan melanjutkan gugatan ke PTUN untuk menyoal AD/ ART Demokrat versi AHY yang mengalami perubahan dalam Kongres ke-5 Partai Demokrat tahun 2020 lalu.
Pada babak kedua itulah kita dapat melihat apakah Moeldoko akan bertarung habis-habisan ataukah melanjutkan dagel-dagelan. Persoalannya jelas, keputusan PTUN adalah urusan negara, produk yudikatif yang tidak terkait dengan posisi Jokowi sebagai presiden. Dengan itu pula maka  posisi Moeldoko sebagai pribadi  tidak ada kaitan dengan Jokowi.
Jika kubu Moeldoko all out memenangkan gugatan dengan menyasar kelemahan AD/ ART Demokrat tahun 2020 yang dianggap inkonstitusional berarti mereka memang serius. Akan tetapi jika mereka main mata untuk mengalah yang kedua kalinya maka berarti pendapat Razman Arif ada benarnya.
Razman sebagai (mantan) tim pembela Demokrat KLB mengaku kerap diintervensi Darmizal dan Nazaruddin di bidang hukum. Ranah ini menurut Razman adalah wilayah dirinya yang menangani soal hukum yang tak boleh diganggu gugat oleh Darmizal dan Nazaruddin. Kekalahan hukum Demokrat KLB yang dibelanya menurut Razman akan mencederai reputasinya sebagai pengacara. Oleh karena itu ketika kubu Moeldoko tampak mengalah maka Razman langsung pamit.
Dengan berakhirnya babak pertama dan maju tahap kedua gugatan PTUN, Demokrat AHY --termasuk di dalamnya SBY-- harus siap menerima apapun keputusan pengadilan. Jika nyata-nyata mereka kalah dan Demokrat KLB yang menang maka kubu AHY gantian harus sportif.
Pada awal-awal kubu AHY mengangkat kasus kudeta partai ini, tuduhan intervensi gencar dialamatkan kepada Jokowi dan jajarannya. Namun saat terbukti pemerintah mengakui legalitas partai versi mereka, publik melihat dengan terang tidak ada yang minta maaf atas kekeliruan tuduhan tersebut.
Dengan demikian maka urusan kudeta Demokrat adalah urusan politik masing-masing pihak yang bersengketa. Tak bisa lagi AHY dkk menuding pemerintah di balik kekalahan andai PTUN tidak berpihak pada mereka.
Sebaliknya, saran M Rahmad kepada SBY untuk mendirikan partai baru patut dikaji sungguh-sungguh. Mumpung masih ada waktu, pendirian partai baru baik oleh Moeldoko maupun SBY keduanya masih sama-sama memungkinkan.
Lain halnya jika gugatan PTUN adalah sebenarnya dagel-dagelan juga. Penonton cukup terhibur dengan aksi menegangkan aktor-aktor politisi yang cukup berbakat. Siapa tahu ada yang mau mengangkat drama politik itu ke layar lebar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H