Persoalan AD/ ART memang menjadi salah satu kunci sengketa antara Demokrat Deli Serdang dengan versi inkumben yang dikuasai AHY. Demokrat versi KLB menyatakan bahwa gerakan mereka adalah faktor koreksi atas penyimpangan dalam perubahan AD/ ART yang ditetapkan dalam Kongres Demokrat V tahun 2020 lalu.
Selain isu tarikan ideologis dan beda tafsir AD/ ART, diketahui bahwa kubu Moeldoko juga menyoal kepemilikan sejumlah properti milik partai yang tidak jelas. Tak tanggung-tanggung, kantor DPP Demokrat sendiri termasuk ke dalam item gugatan yang mereka ajukan ke meja hijau (kompas.com, 22/3/2021).
AHY tak sadar tunjukkan posisi inferior
Meskipun konferensi pers ditekankan pada pernyataan Moeldoko terkait isu tarikan ideologis, pada kenyataannya AHY juga menyinggung  banyak hal.
Persoalan legitimasi KLB dan AD/ ART termasuk isu tambahan (ulangan) yang disinggung AHY. Selain itu manuver kubu Moeldoko yang mengadakan acara di Wisma Atlet juga masuk pembahasan.
AHY secara nyata memisahkan tudingan isu tarikan ideologis partai dengan persoalan legitimasi KLB Deli Serdang dan AD/ ART. Dengan pemisahan tersebut AHY seolah hendak mematahkan klaim Moeldoko yang mengatakan bahwa penerimaan permintaan memimpin Demokrat dilakukan atas dasar opsi penyelamatan ideologi partai (Demokrat). Posisi Moeldoko juga dinilai AHY sebagai korban makelar politik penyelenggara KLB Demokrat.
Sayangnya poin tersebut tenggelam di antara tema-tema lain sehingga kurang terasa kencang. Kelemahan lain yang menyolok --meskipun tampak sepele-- yaitu penulisan nama KSP Moeldoko pada banner latar belakang video yang lebih besar dan lebih tinggi dibanding nama AHY. Posisi itu jelas inferior apalagi judulnya juga datar seperti judul seminar: "Respons Demokrat Terhadap Pernyataan KSP Moeldoko". Nuansa tampilan suasana pejabat formal ini kurang menarik dan kurang menggigit.
Kekurangfokusan AHY yang menyinggung legitimasi KLB dan acara di Wisma Atlet semakin menjadi setelah sang ketum mengulang pernyataan bahwa dirinya membuka pintu maaf bagi Moeldoko.
Seharusnya AHY bermain menyerang dahulu, bukan posisi bertahan seolah-olah sudah menang dan sedang menunggu Moeldoko insyaf. Isu yang diangkat terkait  tarikan ideologi partai itulah yang seharusnya mendapatkan tekanan lebih kuat. Apalagi konferensi pers tersebut memang digadang untuk menjawab serangan Moeldoko terkait isu ideologi. Persoalan Moeldoko minta maaf itu mestinya menjadi tanggapan belakangan.
Kekurangfokusan konferensi AHY selayaknya perlu mendapat perhatian. Bukannya menuntaskan persoalan tetapi ibaratnya malah membuka pintu bagi serangan isu terdahulu. Moeldoko secara tak langsung diuntungkan dengan penajaman isu ideologi yang diangkatnya melalui lemahnya tanggapan AHY.