Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lawan Politik Berkurang tetapi Jokowi Siapkan 25.000 Komponen Cadangan

23 Januari 2021   04:25 Diperbarui: 23 Januari 2021   04:25 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelatihan militer (Foto: Antara/ Budi Candra Setya).

Di dalam parlemen koalisi Jokowi kuat sekali, menguasai kira-kira 80% suara. Walhasil kerja pemerintah sekarang secara politik lebih tenang.

Di luar lingkungan Senayan juga sama untuk periode kedua ini. KAMI masih koma dan larangan bagi FPI untuk beraktivitas diikuti senyapnya PA 212. Kantong-kantong pemasukannya dipangkas dengan dibekukannya 92 rekening terkait pendanaan FPI yang dilakukan oleh PPATK. Lahan Markaz Syariah di Megamendung seluas 30 Ha ikut diusut.

Sudah cukup? Belum.

Kasus-kasus yang sedang dihadapi pentolan FPI akan menguras biaya pula. Donator lama pasti ngeri-ngeri sedap menghadapi ancaman pembekuan rekening. Setidaknya bantuan harus cash. Selain itu masa depan keormasan FPI sendiri masih suram meski coba dikatrol komika Pandji Pragiwaksono dan sosialisasi wajah baru yang dijanjikan lebih populis.

Dengan melemahnya oposisi tersebut mestinya istana harus semakin berani otokritik. Refleksi kegagalan pendekatan Kemenkes dalam penanganan Covid-19 yang dikatakan Budi Gunadi Sadikin perlu diapresiasi. Ada masalah data dan cara berpikir kita dalam menangani corona beserta proses vaksinasinya.

Menkes Budi Gunadi Sadikin, (kompas.com, 22/ 01/ 2021):

"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya. Supaya tidak salah atau bagaimana. Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes." 


Jika tidak berani membenahi dari dalam maka secara alami pengamat atau siapa pun pihak dari mana saja akan masuk sebagai faktor koreksi.

Contoh kasusnya sudah ada. Meski baru sebulan menjabat, Risma-PDIP dikejar terus soal dana bansos gara-gara ulah korup Juliari Batubara. Padahal Risma tentu ingin pula nyaur dosa politis pendahulunya itu demi nama baik partainya.

Selain korupsi dana bansos masalah bencana alam juga jadi wacana politik.

Banjir besar di Kalimantan Selatan sudah mulai diangkat sejak Jokowi kelupaan menyebut peristiwa di sana itu. Bukan lupa agaknya. Dari puluhan bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini tentu tak harus diabsen semua, cukup perwakilan saja.

Tetapi Jokowi merespon cepat. Mobil SUV istana akhirnya menembus jalan yang tertutup banjir Kalsel itu. Tak lama muncul di medsos foto SBY jalan kaki menerabas banjir sebagai pembanding. Sulit dicerna apa hubungannya tetapi begitulah yang terjadi.


Soal banjir Kalsel ini pemerintah rupanya sedang dikejar. Apalagi ada nama Erick Thohir sebagai pemilik salah satu tambang batubara.

Tambang-tambang raksasa itu dan lahan sawit yang luasnya sekira 65% wilayah Kalsel ditengarai menjadi penyebab banjir terbesar di wilayah tersebut dalam 50 tahun terakhir. Penyebab alami lain seperti tekanan pasang dari laut dan curah hujan ekstrim diabaikan.

Dosa Jokowi yaitu kurang kontrol dalam mengawasi eksploitasi batubara dan sawit di Kalsel. Soal sejak kapan tambang dan sawit mulai beroperasi, izin konsesi dari pejabat siapa, pada masa presiden siapa, rupanya tidak penting. Yang disorot adalah masalah konservasi lingkungan yang dipersepsikan telah diabaikan pemerintah sekarang.

Untuk alasan-alasan itu berkurangnya kekuatan oposan tidak berbanding lurus dengan kesantuyan tim kabinet dalam bekerja. Publik mengharapkan Jokowi mampu mengatasi berbagai persoalan yang semakin kompleks dengan solusi kongkrit. Dan harus, kalau tak ingin ekonomi minus terus.

Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir setahun masih terus merangkak naik secara signifikan. Angka kasus baru sudah mencapai belasan ribu per hari padahal angka dua ribu saja dulu sudah dianggap puncak.

Di Jakarta, Gubernur Anies Baswedan lempar handuk meminta pusat untuk turun tangan. Jakarta dari awal bertahan sebagai juara Covid.

Ada baiknya jika Jabodetabek dianggap satu kewilayahan Satgas Covid khusus menimbang karakteristik pergerakan warga. Interaksi komuter harian dari tiga provinsi --Banten, DKI, Jabar-- plus lalu lintas internasional di Bandara Soetta berlangsung secara intens.

Di wilayah lain seperti Bandung, Jogja, Surabaya, dan kota-kota satelit masing-masing perlu mendapat perhatian serupa dalam skala yang lebih kecil.

Kunci penyebaran penyakit menular salah satunya adalah lalu lintas dan interaksi manusia beserta faktor-faktor pendukungnya. Cara berpikir kita mestinya mengikuti bagaimana pola mobilitas warga yang mendahului proses penyebaran wabah. Bukan penanganan terkotak-kotak secara kaku berdasarkan wilayah administrasi.

Menkes Budi Sadikin melihat lubang besar itu. Mengordinir puskesmas saja terkendala otonomi daerah.

Kecepatan situasi yang berubah dan perlunya kerja ekstra cepat di sisi lain menuntut pemerintah bertindak taktis dan strategis. Belum soal SDM.

Langkah antisipatif Jokowi mempersiapkan 25.000 komponen cadangan (komcad) termasuk langkah jitu. Tahap pertama mulai perekrutan tahun 2021 dan tahun berikutnya 2022 angka tadi akan bertambah lagi. Sasaran utama komcad yaitu warga 18-35 tahun untuk mengikuti latihan dasar kemiliteran selama 3 bulan.

Peraturan Pemerintah No 3/ 2021 Pasal 1 angka 9:

"Komponen Cadangan merupakan sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama."

Selain komcad, ada pula wacana revitalisasi pam swakarsa (kelompok warga penjaga keamanan) yang dilontarkan Kapolri baru Komjen Listyo Sigit. Menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang liar dan fluktuatif garis komando harus jelas. Hanya saja perlu diwaspadai agar milisi pengamanan itu tidak lantas jadi media pembenihan ormas persekutif  atau kriminal.

Dari segi keamanan dan ketertiban pundak Kapolri Listyo Sigit memang sudah sarat beban dari awal. Kondisi pandemi yang menguras tabungan ekonomi warga dapat sewaktu-waktu menjadi pemicu meningkatnya angka kriminalitas. Apalagi jika bansos tidak cepat terdistribusi dan tidak tepat sasaran.

Berkaitan dengan saat-saat kritis seperti sekarang maka kerja keras dan kerja cerdas saja tidak cukup. Solidaritas warga dan kerja hati juga harus jalan. Jangan sampai ada menteri atau kepala daerah yang tertangkap KPK lagi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun