Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kang Nasi Goreng di Sekitar Rumah Habib

22 November 2020   08:49 Diperbarui: 22 November 2020   09:01 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir genap seminggu ini Habib uring-uringan. Pasalnya sudah jatuh tempo gajian biasa turun tetapi bos belum transfer juga. Cadangan logistik sudah menipis sementara bayaran sekolah Pardi mendesak untuk dilunasi.

Agar menghemat pengeluaran, Habib terpaksa menggunakan jurus belanja pascabayar untuk beli sembako. Warung-warung di lingkungan Habib memang cukup humanis, mengerti kondisi ekonomi tetangga-tetangga di sekitarnya.

Selain warung dan kios kelontong, ada lagi andalan Habib untuk menopang perokonomian domestik bulanan yaitu abang-abang penjaja kuliner atau culinary mobile vendor. Salah satunya adalah Cak Naim, penjual nasi goreng asal Lamongan.

Bisnis dengan Cak Naim sangat menguntungkan. Win-win solution-nya memanjakan segmen pelanggan loyal.

Kemurahan hati Cak Naim misalnya, ia tidak keberatan menambah kwetiaw spesial 2 telor seharga kwetiaw 1 telor. Tidak hanya itu, porsinya juga termasuk jumbo sehingga untuk pembelian 1 paket masih bisa dibagi 2; atau beli 2 bisa dibagi 3.

Yang paling membuat Habib jadi pelanggan setia adalah Cak Naim menawarkan pula opsi pembayaran layaknya kartu kredit. Maksudnya, boleh belanja dulu sementara bayarnya nanti beberapa minggu belakangan. Khusus untuk pelanggan rutin.

Sayangnya sudah seminggu lebih Cak Naim pulkam. Kabarnya sedang renovasi rumah tiga hari tetapi buktinya molor hingga hari ini.

Dalam kondisi kritis begini bantuan langsung non-tunai ala Cak Naim sangat membantu.

Apa boleh buat, kredit ke warung sudah nyaris menyentuh ambang batas psikologi yang bisa ditoleransi. Lebih dari itu Habib gengsi juga; bonafiditasnya nanti turun menjadi A minus di mata kreditur.

Setelah menyisir saku-saku baju dan celana dengan cermat akhirnya Habib mendapati sejumlah aset tidur. Setelah dikumpul-kumpul jumlah existing harta temuan ternyata ada Rp 27.000; terdiri dari lima ribuan 2 lembar, sepuluh ribuan sehelai. Sisanya yang receh diperoleh dari kantong tas sekolah Pardi. Si pemilik sudah tertidur pulas di samping emaknya.

Inilah barangkali yang disebut sebagai rejeki tak disangka-sangka seperti yang dikatakan ustadz Sanusi, pikir Habib. Telat sedikit sudah tentu hak guna kepemilikan akan berpindah ke tangan istrinya yang tak kalah galak dengan Sri Mulyani.

Yang receh yaitu uang jajan Pardi tentu bukan masalah besar. Habib punya siasat akan mengajak jalan-jalan ke pasar burung Sabtu besok sebagai pengganti.

Selain Cak Naim yang suka menyambangi gang-gang di kompleks RT-nya, ada pula pedagang baru.

Jualannya sama nasi goreng juga, cuma dia lebih jarang lewat jalan depan rumah. Rute kelilingnya beda sedikit meski kadang-kadang beririsan dengan Cak Naim. 

Hal itu toh bukan masalah; sebagai sesama pedagang, kang nasi goreng juga menganut azas kebebasan bernavigasi yang berlaku secara internasional. Persaingan dagang tidak selalu berbanding lurus dengan rejeki dari Tuhan.

Malam ini pukul 10.00 malam, biasanya kang nasi goreng kompetitor Cak Naim akan lewat; sekitar waktu-waktu itu. Benar saja, tak lama kemudian terdengar bunyi irama khas ketukan sendok pada kuali.

Nah ini dia, Habib bergegas ke depan membuka pintu rumah.

"Nasgor 1 Kang, yang pedes ya!"

"Ok, siap, ... telornya diceplok ato dadar Pak?"

"Dadar aja, Kang, kasih irisan sayur dikit."

Sambil menunggu kang nasi goreng bekerja, Habib mengamati kang nasi goreng secara seksama dan penuh selidik. Profiling.

Denger-denger kata temen nongkrong, sekarang harus hati-hati karena suka banyak oknum kang nasi goreng jadi-jadian.

"Kang itu apaan?" 

Habib bertanya tiba-tiba sambil menunjuk. Jarinya mengarah pada sebentuk benda persegi yang dibungkus kresek hitam yang diletakkan di laci atas gerobak. Jika lampu menyorot terang akan kelihatan wajah Habib sedikit pucat.

"Apa Pak?" 

Kang nasi goreng menoleh sedikit sambil tangannya tetap bekerja mengaduk-aduk isi kuali.

"Itu yang di atas laci."

"O ini, ... batu asahan Pak baru beli tadi."

"Oh batu asahan, kirain HT Kang."

"Hate apa itu Pak, hate ayam maksudnya, ato hate sapi?"

"HT Kang, buat ngomong-ngomong dari kejauhan, kayak henpon gitu."

"O bukan Pak, saya mah ora ngerti kayak gitu-gituan Pak."

"Aslinya emang dari mana Kang?" Habib menginterogasi.

"Tegal Pak."

Syukurlah, Habib bisa bernapas lega. Kecurigaan yang tadi mencuat ternyata tidak terbukti. Benda persegi yang dibungkus kresek hitam itu ternyata cuma batu asahan. Dikiranya itu adalah handy talkie yang suka dibawa kang nasi goreng gadungan yang menyamar.

Pantas kalau Habib perlu waspada. Minggu lalu ia sudah berjanji mengembalikan BPKB motor mertuanya yang dipinjam sementara. Mertuanya itu dulu bekerja di polsek samping kecamatan, sekarang sudah purnawirawan.

Tak lama kemudian menu nasi goreng malam ini sudah siap. Harganya juga ternyata murah, cuma Rp 12.000.  Sambil tersenyum simpul Habib ke dapur mengambil piring. Tenang, tak perlu khawatir tiba-tiba mertua datang melakukan sidak.

Itulah sedikit kisah kehidupan sehari-hari seorang kawan dan sekaligus buronan mertua bernama Maman Habiburahman. Supaya terdengar lebih keren ia lebih senang dipanggil Habib. Kedengarannya juga mirip dengan nama sang idola yaitu Khabib Nurmagomedov, petarung UFC dari Rusia.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun