Yang receh yaitu uang jajan Pardi tentu bukan masalah besar. Habib punya siasat akan mengajak jalan-jalan ke pasar burung Sabtu besok sebagai pengganti.
Selain Cak Naim yang suka menyambangi gang-gang di kompleks RT-nya, ada pula pedagang baru.
Jualannya sama nasi goreng juga, cuma dia lebih jarang lewat jalan depan rumah. Rute kelilingnya beda sedikit meski kadang-kadang beririsan dengan Cak Naim.Â
Hal itu toh bukan masalah; sebagai sesama pedagang, kang nasi goreng juga menganut azas kebebasan bernavigasi yang berlaku secara internasional. Persaingan dagang tidak selalu berbanding lurus dengan rejeki dari Tuhan.
Malam ini pukul 10.00 malam, biasanya kang nasi goreng kompetitor Cak Naim akan lewat; sekitar waktu-waktu itu. Benar saja, tak lama kemudian terdengar bunyi irama khas ketukan sendok pada kuali.
Nah ini dia, Habib bergegas ke depan membuka pintu rumah.
"Nasgor 1 Kang, yang pedes ya!"
"Ok, siap, ... telornya diceplok ato dadar Pak?"
"Dadar aja, Kang, kasih irisan sayur dikit."
Sambil menunggu kang nasi goreng bekerja, Habib mengamati kang nasi goreng secara seksama dan penuh selidik. Profiling.
Denger-denger kata temen nongkrong, sekarang harus hati-hati karena suka banyak oknum kang nasi goreng jadi-jadian.