Hampir genap seminggu ini Habib uring-uringan. Pasalnya sudah jatuh tempo gajian biasa turun tetapi bos belum transfer juga. Cadangan logistik sudah menipis sementara bayaran sekolah Pardi mendesak untuk dilunasi.
Agar menghemat pengeluaran, Habib terpaksa menggunakan jurus belanja pascabayar untuk beli sembako. Warung-warung di lingkungan Habib memang cukup humanis, mengerti kondisi ekonomi tetangga-tetangga di sekitarnya.
Selain warung dan kios kelontong, ada lagi andalan Habib untuk menopang perokonomian domestik bulanan yaitu abang-abang penjaja kuliner atau culinary mobile vendor. Salah satunya adalah Cak Naim, penjual nasi goreng asal Lamongan.
Bisnis dengan Cak Naim sangat menguntungkan. Win-win solution-nya memanjakan segmen pelanggan loyal.
Kemurahan hati Cak Naim misalnya, ia tidak keberatan menambah kwetiaw spesial 2 telor seharga kwetiaw 1 telor. Tidak hanya itu, porsinya juga termasuk jumbo sehingga untuk pembelian 1 paket masih bisa dibagi 2; atau beli 2 bisa dibagi 3.
Yang paling membuat Habib jadi pelanggan setia adalah Cak Naim menawarkan pula opsi pembayaran layaknya kartu kredit. Maksudnya, boleh belanja dulu sementara bayarnya nanti beberapa minggu belakangan. Khusus untuk pelanggan rutin.
Sayangnya sudah seminggu lebih Cak Naim pulkam. Kabarnya sedang renovasi rumah tiga hari tetapi buktinya molor hingga hari ini.
Dalam kondisi kritis begini bantuan langsung non-tunai ala Cak Naim sangat membantu.
Apa boleh buat, kredit ke warung sudah nyaris menyentuh ambang batas psikologi yang bisa ditoleransi. Lebih dari itu Habib gengsi juga; bonafiditasnya nanti turun menjadi A minus di mata kreditur.
Setelah menyisir saku-saku baju dan celana dengan cermat akhirnya Habib mendapati sejumlah aset tidur. Setelah dikumpul-kumpul jumlah existing harta temuan ternyata ada Rp 27.000; terdiri dari lima ribuan 2 lembar, sepuluh ribuan sehelai. Sisanya yang receh diperoleh dari kantong tas sekolah Pardi. Si pemilik sudah tertidur pulas di samping emaknya.
Inilah barangkali yang disebut sebagai rejeki tak disangka-sangka seperti yang dikatakan ustadz Sanusi, pikir Habib. Telat sedikit sudah tentu hak guna kepemilikan akan berpindah ke tangan istrinya yang tak kalah galak dengan Sri Mulyani.