Jangan-jangan, karena hal itu pula Prabowo rela menjadi menteri Jokowi. Menjadi menteri otomatis bisa mewakili negara. Seperti yang ditayangkan media, kelar kunjungan ke Amerika, Prabowo terbang ke Austria, lalu ke Perancis dan Turki. Seperti sedang kejar tayang. Mudah-mudahan tidak lupa sawah di Kalteng yang harus diurus.
Tetapi soal pilpres tentu bukan hanya relasi luar negeri. Pencitraan punya jaringan luas itu bagus tetapi bukan satu-satunya.
Dalam peta persaingan menjelang kontestasi, sejumlah nama sudah mulai terdeteksi. Sederet figur  yang berpeluang maju menjadi capres atau cawapres nanti.
Dalam survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, (calon) pesaing Prabowo sudah terdata. Bahkan sudah ada pula yang menyalip peluang, Ganjar Pranowo. Dominasi Prabowo dalam jajak pendapat terbukti sudah terpatahkan (kompas.com, 26/10/2020).
Burhanudin Muhtadi mencatat, dalam 3 survei di bulan September Ganjar selalu berhasil mengasapi Prabowo sebagai runner up. Padahal bulan Agustus sebelumnya, enam lembaga survei masih menjagokan Prabowo sebagai kandidat terkuat (cnnindonesia.com, 05/08/2020).
Hasil yang didapat Burhanudin menunjukkan bahwa angka elektabilitas Ganjar mencapai 18,7%. Perolehan Gubernur Jateng itu terpaut dua poin di atas Prabowo yang cuma 16,8%. Kandidat terdekat lainnya  yaitu Anies Baswedan  untuk sementara mendapat medali perunggu dengan perolehan 14,4%.
Ada sekira belasan calon lain di luar tiga besar tadi.
Nama-nama seperti Ridwan Kamil, Gatot, AHY, Puan Maharani; yang masih harus berjuang di papan tengah. Banyak pula nama yang berada di zona degradasi dengan perolehan di bawah 1%.
Namun satu hal mesti dicamkan jika Ketum Gerindra itu masih ngebet jadi RI-1. Langkahnya menuju istana ---untuk yang kesekian kali-- tidak akan pernah mudah.
Manuver kader Gerindra sebagai beban Prabowo
Selain ketatnya persaingan calon yang berpeluang maju, masalah yang dihadapi Prabowo adalah beban manuver kader Gerindra yang berpotensi  jadi batu sandungan.