Selain robot virtual yang bisa direkayasa untuk  --seolah-olah-- mewakili eksistensi manusia, gagasan atau ide politik bisa pula dibuat untuk memenuhi  pesanan. Sebagai contoh yaitu ketika musim pemilu atau pilkada tiba.
Tetapi soal yang terakhir tadi memang debatable. Banyak faktor kondisional yang ikut menentukan. Perlu pembahasan tersendiri yang mungkin justru tidak diperlukan. Hal itu pernah dilakukan dalam skala massif yang berujung pada  perseteruan baru. Yang jelas kampanye hitam tidak boleh.
Dalam tataran kondisi seperti ini maka penulis independen beserta infrastruktur kanal-kanal penyaluran karyanya adalah komponen penting dari kebebasan itu sendiri. Betapa pun absurdnya suatu artikel politik yang dikemukakan, tetapi sekurang-kurangnya hal itu sudah berarti pemenuhan satu hak warga negara.
Bandingkan dengan ribuan bot yang bisa diorkestrasi untuk menyampaikan suatu citra palsu atau kepentingan tertentu. Tulisan organik yang handmade  adalah pembeda utama dengan ribuan bot hasil rekayasa itu.
Sebelum menjadi tambah panjang dan kian lebar, kita akhiri saja sampai di sini,
... di masa pembangunan ini,
tuan hidup kembali,
dan bara kagum menjadi api....
Ngomong-ngomong ini zaman apa ya? Jangan-jangan zaman Diponegoro.***