Kesimpulan, ada hal kontroversi dalam buku tentang Al Fatih karangan Felix Siauw menurut MUI Babel. Perkara ini yang jadi pangkal permasalahan.
Kalau ada yang tidak beres dalam isi buku, siapakah yang punya kuasa meminta penjelasan? Di sini menjadi masalah lagi.
Kalau terkait pribadi mestinya orang yang dirugikan yang buat pengaduan, atau lembaga. Kalau terkait ideologi mungkin Kehakiman yang berhak minta penjelasan. Kalau keyakinan? Mentok. Tuhan sendiri yang bisa masuk wilayah ini.
Jika ada yang paham mana bagian kontroversi dari buku karangan Felix maka ia punya tanggung jawab membuat pembanding. Contohnya mungkin sosok ini, Ayik Heriansyah.
Ayik adalah mantan ketua  HTI Babel 2004-2010 sekaligus  pelopor tanzhim HTI di wilayah tersebut. Tahun 2011 ia drop out karena beda paham dengan DPP HTI. Sekarang Ayik lebih nyaman mengaji dalam lingkungan NU, Nahdlatul Ulama (duta.co, 13/05/2018).
Perihal  HTI ini NU maunya bersikap merangkul dan tidak memusuhi.
Sekjen PBNU Helmy Faishal tentang HTI:
"Mari bergabung dengan NU untuk wujudkan dakwah Islam yang damai dan toleran dalam bingkai NKRI dan Pancasila."
Perlu juga NU dan orang seperti Ayik untuk membuat buku pembanding sebagai bantahan atas buku-buku Felix Siauw. Aturan mainnya begitu.
NU punya khazanah keilmuan tentang Islam yang luar biasa; noblesse oblige, harus pula berkenan menerangi sudut kegelapan atau remang-remang dengan cahayanya. Senjata NU adalah ilmu, bukan pentungan.
Mohon maaf kalau Ayik dan atau yang lain sudah ada membuat buku pembanding atas buku-buku Felix. Kalau yang ini saya juga mau baca.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H