Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gatot Nurmantyo Dihadapi Dandim, Aksi KAMI Sekelas Kegiatan Mahasiswa

2 Oktober 2020   10:56 Diperbarui: 2 Oktober 2020   11:13 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo mendapat penjelasan protokol Covid-19 dari Dandim Jaksel Kolonel Ucu Yustiana di TMP Kalibata, 30/09/2020 (tribunnews.com).

Sebagai tokoh KAMI, Gatot Nurmantyo harus mulai mengukur posisi. Saat ini roadshow aksinya di berbagai kota baru dikategorikan setara kegiatan mahasiswa. Padahal  Gatot adalah jenderal purnawirawan, dan mantan panglima.

Tanggal 30 September 2020 Gatot dan kawan-kawan KAMI berziarah ke TMP Kalibata dalam rangka peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Kunjungan tersebut diwarnai aksi demo menolak KAMI. Ricuh di jalan raya depan makam menyebabkan kaca sebuah mobil angkot pecah dipukul  bambu. Prank!

Selain direcoki aksi remaja-remaja tanggung, kunjungan rombongan KAMI disoal juga oleh pejabat keamanan setempat.

Niat ziarahnya sudah baik, tetapi karena Gatot dan kawan-kawan tak mengantongi izin maka aparat pun terpaksa mengambil tindakan. Agak tegang suasana ketika yang menangani  yaitu Dandim Jaksel mencoba berdialog. Meski tenang dan sopan dandim tetap tegas mengendalikan situasi.

Pada kesempatan tersebut  Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo berhadapan dengan Kolonel Ucu Yustiana. Ada dari kepolisian mendampingi Ucu yaitu Kombes Budi Sartono sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan.

Intinya Kolonel  Ucu sebagai aparat berwenang adalah dirinya hanya mengemban tugas. Kebetulan ia merangkap pimpinan Satgas Covid-19 juga di wilayahnya. Kegiatan-kegiatan kerumunan rombongan Gatot bisa memicu klaster corona, oleh karena itu harus patuh protokol Covid-19. Demikian penjelasan Ucu seperti yang juga sering disampaikan Satpol PP.

Dandim --jabatan yang dipegang Ucu-- singkatan dari komandan kodim, komando distrik militer. Wilayah tanggung jawabnya yaitu level kota atau kabupaten. Dandim bersinergi  dengan kepala kepolisian resort atau kapolres dalam mengemban tugas dan wewenangnya.

Di atas dandim dan kapolres ada pangdam (panglima komando daerah militer) dan kapolda (kepala kepolisian daerah) yang tingkatnya kira-kira setara dengan level provinsi. Tidak setiap provinsi memiliki kodam, tetapi di setiap provinsi ada polda.

Setelah pangdam dan kapolda di atasnya lagi barulah level pusat. Pejabatnya yaitu Panglima TNI dan Kapolri. Presiden ada di atasnya lagi, sebagai pemuncak pejabat negara dari golongan eksekutif.

Dalam dinamika demokrasi di Indonesia,demo mahasiswa biasanya diurus dandim dan kapolres. Zaman Soeharto, tugas mereka dibantu resimen mahasiswa atau menwa. Normalnya begitu.

Jika dilihat dari level pejabat yang menangani, kegiatan ziarah tanpa izin plus orasi pihak KAMI itu hanya dikategorikan setingkat kegiatan mahasiswa. Penanganannya masuk nomenklatur pekerjaan kodim dan polres di Jakarta Selatan saja.

Sebelum di TMP Kalibata,  KAMI juga nyatanya berurusan dengan anak PMII Bandung. Demo mahasiswa yang menolak kehadiran dirinya dikatakan  Gatot sebagai demo bayaran yang dikoordinir PMII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia  (tribunnews.com, 07/09/2020).

Anak PMII kontan terusik dengan pernyataan tersebut.

Agus Mulyono mewakili PMII membawa masalah  pernyataan Gatot kepada pihak kepolisian dan minta agar diselesaikan secara hukum. Dalam pandangan Agus, KAMI tertolak dengan sendirinya di masyarakat tanpa harus dikoordinir lagi. Buktinya terjadi juga penolakan di Magelang dan Surabaya.

Sebagai lawan latih-tanding, sebetulnya KAMI jadi berarti positif buat aktivis mahasiswa. Hitung-hitung latihan peregangan otot-otot nalar agar tidak beku akibat kelamaan rebahan. Sayangnya kondisi pandemi Covid-19 tidak memungkinkan.

Dahulu  pada masa orde baru lawan aksi gerakan mahasiswa adalah rezim Soeharto. Era Presiden SBY juga kecipratan walau sedikit. Entah bagaimana asbabun nuzulnya, kok bisa Gatot Nurmantyo mau berselisih dengan PMII. Padahal sekarang sudah bukan zaman Soeharto dan Gatot belum presiden.

Jenderal (Purn.) Moeldoko (merdeka.com, 01/10/2020):

"Tapi jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada risikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas." 

Gerak-gerik Gatot juga tak luput dari pantauan pejabat istana. Senior Gatot yaitu Jenderal (Purn.) Moeldoko  mengatakan sejauh ini kegiatan KAMI masih dalam taraf dinamika demokrasi.

Namun demikian Moeldoko mengingatkan pentingnya kepekaan menjaga stabilitas. Kalau tidak, maka negara juga ujung-ujungnya akan menghitung: lebih untung mana antara membiarkan dinamika demokrasi dengan menjaga stabilitas. Ada rumusnya.

Dari Panglima TNI tidak ada komentar apa-apa. Rikuh mungkin, biar sesama mantan-mantan panglima saja yang ngobrol sebagai orang tua. Yang jelas apa yang dikatakan Moeldoko sudah cukup memberikan gambaran seperti apa situasi lapangan menurut persepsi pusat.

Sejauh ini respon dari pejabat kodim sudah dianggap pantas dan memadai; itu saja sudah mengandung banyak penjelasan. Jika skalanya meningkat agak serius mungkin KAMI naik maqom menjadi urusan pejabat pangdam.

Kesimpulan yang bisa diambil, secara struktural Panglima TNI memang belum perlu turun menyelesaikan masalah kegaduhan akibat aktivitas Gatot dengan KAMI-nya. Presiden apalagi, harus tetap fokus mewaspadai pandemi.

Meski  levelnya dianggap kelas mahasiswa dengan lingkup penanganan setakat masalah kodim, Gatot beserta KAMI tak perlu berkecil hati. Jangan pula gusar walau harus berdialog dengan dandim.

Di Bandung katanya sampai senyum 100 kali menghadapi demo mahasiswa. Berarti di TMP Kalibata kemarin seharusnya 100 kali juga; senyuman kualitas ibu kota. Siapa tahu ada fotografer TIME magazine.

Tambahan pula pilpres kan masih lama; ada waktu 3 tahun lebih buat mencitrakan diri. Takkan lari gunung dikejar. Dan sambutan negatif anggap saja suplemen obat kuat.

Yang justru layak khawatir malah mungkin elemen-elemen sekitar KAMI yang lusa kemarin kecewa berat gara-gara Prabowo. Patut dipertanyakan, mau dibawa ke mana hubungan KAMI yang sekarang.

KAMI harus ada MOU dengan Gatot, kalau perlu dibaiat, supaya tidak berubah haluan pada detik-detik terakhir injury time. Seperti peribahasa mengatakan: berakit-rakit ke hulu, jangan menikung kemudian. Sakitnya itu lho, ada di mana coba?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun