Sebelum di TMP Kalibata,  KAMI juga nyatanya berurusan dengan anak PMII Bandung. Demo mahasiswa yang menolak kehadiran dirinya dikatakan  Gatot sebagai demo bayaran yang dikoordinir PMII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia  (tribunnews.com, 07/09/2020).
Anak PMII kontan terusik dengan pernyataan tersebut.
Agus Mulyono mewakili PMII membawa masalah  pernyataan Gatot kepada pihak kepolisian dan minta agar diselesaikan secara hukum. Dalam pandangan Agus, KAMI tertolak dengan sendirinya di masyarakat tanpa harus dikoordinir lagi. Buktinya terjadi juga penolakan di Magelang dan Surabaya.
Sebagai lawan latih-tanding, sebetulnya KAMI jadi berarti positif buat aktivis mahasiswa. Hitung-hitung latihan peregangan otot-otot nalar agar tidak beku akibat kelamaan rebahan. Sayangnya kondisi pandemi Covid-19 tidak memungkinkan.
Dahulu  pada masa orde baru lawan aksi gerakan mahasiswa adalah rezim Soeharto. Era Presiden SBY juga kecipratan walau sedikit. Entah bagaimana asbabun nuzulnya, kok bisa Gatot Nurmantyo mau berselisih dengan PMII. Padahal sekarang sudah bukan zaman Soeharto dan Gatot belum presiden.
Jenderal (Purn.) Moeldoko (merdeka.com, 01/10/2020):
"Tapi jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada risikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas."Â
Gerak-gerik Gatot juga tak luput dari pantauan pejabat istana. Senior Gatot yaitu Jenderal (Purn.) Moeldoko  mengatakan sejauh ini kegiatan KAMI masih dalam taraf dinamika demokrasi.
Namun demikian Moeldoko mengingatkan pentingnya kepekaan menjaga stabilitas. Kalau tidak, maka negara juga ujung-ujungnya akan menghitung: lebih untung mana antara membiarkan dinamika demokrasi dengan menjaga stabilitas. Ada rumusnya.
Dari Panglima TNI tidak ada komentar apa-apa. Rikuh mungkin, biar sesama mantan-mantan panglima saja yang ngobrol sebagai orang tua. Yang jelas apa yang dikatakan Moeldoko sudah cukup memberikan gambaran seperti apa situasi lapangan menurut persepsi pusat.
Sejauh ini respon dari pejabat kodim sudah dianggap pantas dan memadai; itu saja sudah mengandung banyak penjelasan. Jika skalanya meningkat agak serius mungkin KAMI naik maqom menjadi urusan pejabat pangdam.
Kesimpulan yang bisa diambil, secara struktural Panglima TNI memang belum perlu turun menyelesaikan masalah kegaduhan akibat aktivitas Gatot dengan KAMI-nya. Presiden apalagi, harus tetap fokus mewaspadai pandemi.
Meski  levelnya dianggap kelas mahasiswa dengan lingkup penanganan setakat masalah kodim, Gatot beserta KAMI tak perlu berkecil hati. Jangan pula gusar walau harus berdialog dengan dandim.