Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tiga Warisan Jenderal Senior Bekal Pilpres Gatot Nurmantyo

28 September 2020   05:41 Diperbarui: 28 September 2020   13:12 3145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tommy Soeharto (batik kuning) bersama DPP PKS, 19/11/2019. Partai Berkarya pimpinan Tommy dan PKS saat ini relatif konsisten berada di jalur oposisi (tempo.co).

Jenderal-jenderal  kandidat  yang berpotensi  maju pilpres semuanya berkerumun di  istana. Moeldoko masih, dan kini  bertambah Menhan Prabowo. Plus (konon) KSAD Andika Perkasa itu. Mayor Agus AHY pun tidak menutup kemungkinan berminat  merapat ke sana seperti yang disebutkan di muka.

Memang ada kemungkinan Pilpres 2024 memunculkan tiga paslon tergantung bagaimana komposisi partai pengusung nanti. Kubu yang ketiga ini mestinya adalah sempalan dari kubu petahana berdasarkan teori  tidak akan ada pasangan sesama militer dalam pilpres. Bukannya tidak boleh, tetapi peluangnya jelek. Apalagi sesama pasangan militer itu semuanya bermasalah.

AHY bisa membangun kubu penantang, tunggangan politik real sudah ada yaitu Demokrat meski  belum lolos PT 20%.  Akan tetapi untuk untuk memosisikan diri sebagai oposan  tulen bagi AHY jalurnya sungguh terjal; Gatot Nurmantyo  sudah lebih dulu menguasainya. Kalah langkah.

Mengamati manuver Gatot Nurmantyo akhir-akhir ini  sudah bisa ditebak arahnya mau ke mana.

Agak-agak mustahil kalau cuma bilang bahwa deklarasi KAMI adalah gerakan moral saja. Kalau cuma gerakan moral apakah tidak lebih baik jika Gatot berinisiatif menolong korban-korban dampak Covid-19 itu? Uangnya bisa lebih bermanfaat bagi warga yang secara ekonomi sudah sangat terpuruk.

Tambahan pula, dalam kondisi pandemi aksi-aksi pengumpulan massa itu berpotensi menularkan virus corona.

Semakin banyak kasus positif Covid-19 berarti uang negara semakin terhambur sia-sia. Jika kita sudah all out berusaha menangkal tetapi virus tetap bandel itu namanya takdir. Namun, kalau kita ngeyel menantang virus dan berujung banyaknya jatuh  korban sia-sia berarti itu harus ada pengusutan secara hukum. Memangnya uang anggaran Covid-19 itu sumbangan Dimas Kanjeng?

Meskipun bangunan narasi politik Gatot pada konteks tertentu bisa dipahami, tetapi situasinya sangat kontraproduktif jika terus memaksakan diri. Gatot Nurmantyo bisa kehilangan legitimasi moral itu sendiri dan aksi deklarasi lewat pengumpulan massa akan menjadi bumerang.

Pilihan ada pada Gatot Nurmantyo dengan modal dan narasi politiknya itu. Ia bisa memilih memanfaatkan situasi  untuk keuntungan dirinya atau berhenti sementara hingga pandemi reda. Publik dan media terus mengikuti dan memantau.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun