Yang punya usaha ketar-ketir, sampai kapan masih bisa menggaji karyawan. Demikian juga dengan karyawan, harap-harap cemas apakah perusahaan akan terus bertahan. Selain orang-orang gajian itu warga hidup menghabiskan tabungan atau memanfaatkan apa pun yang ada, termasuk bantuan sosial Rp 600.000/ bulan. Jumlah mereka ada jutaan.
Bagi warga biasa, sekali  melakukan pelanggaran denda atau hukuman menanti. Konflik  antara petugas lapangan dan pelanggar --seperti tidak bermasker di mobil-- seperti menunjukkan bahwa petugas sudah melakukan tugasnya. Bagaimana dengan kerumunan dangdutan atau deklarasi seperti contoh-contoh tadi? Itu jelas soal lain, warga biasa dan orang penting berbeda perlakuannya.
Kondisi kita saat ini sudah lebih buruk dari China, Korea Selatan, Jepang, atau Singapura. Namun memang di atas kita pun masih banyak pula seperti negara-negara Eropa, juga Amerika Serikat, Â yang lebih parah. Tergantung mau dibawa ke mana arahnya, mau sembuh atau mau remuk.
Presiden Jokowi  sudah pasti tidak main-main dengan kondisi ini.
Kita lihat petinggi Satgas Covid-19 semuanya rata-rata dipegang tentara. Selain Menkes Terawan, Ketua Satgas Doni Monardo adalah TNI, juga Luhut LBP yang ditunjuk untuk menangani  provinsi-provinsi dengan kasus tertinggi. Harapannya tentu agar mereka dapat menularkan kedisiplinan.
Sebelum ada satgas  pemerintahan juga memang sudah sarat penumpang jenderal. Ada Moeldoko, Menhan Prabowo, Menag Fachrul Razi, dan tentunya Panglima TNI dan Kapolri sendiri.
Keinginan Jokowi barangkali pemerintah bisa lebih disegani dengan kehadiran sosok purnawirawan itu sehingga pelanggaran hukum atau kelalaian di berbagai bidang bisa ditekan. Efek deterrent. Namun nyatanya kasus-kasus menyolok mata tetap terjadi.
Sekali-sekali --dan tentu lebih baik konsisten-- Presiden Jokowi dan para pembantunya bertindak tegas terhadap pejabat atau mantan pejabat yang melanggar. Jika pelanggaran hanya selesai dengan permohonan maaf atau permakluman maka  kapan selesainya permasalahan.
Menko Marves LBP sekali waktu mengatakan Indonesia sudah terlalu lama berjalan secara tidak efisien. Juga dalam kasus dangdutan di Tegal, Menkopolhukam Mahfud MD meminta polisi agar hal tersebut bisa dipidanakan. Artinya, lewat pernyataan-pernyataan  tersebut pemerintah (pusat) sudah gemas melihat realitas yang sedemikian menjengkelkan.
Apakah kata-kata para menko itu akan jadi kenyataan tentunya itu yang diinginkan. Perang semesta melawan Covid-19 dan lain-lain persoalan kian hari kian sengit. Tak cukup waktu dan ruang untuk terus berwacana, dan itu pun perlu biaya.***