Kerapnya Messi uring-uringan menjadi pertanyaan, apakah secara individu ia setangguh Ronaldo psikologinya? Ronaldo mampu tampil menawan baik di Inggris (MU), Real Madrid di Spanyol, dan saat ini bersama Juventus di Italia. Messi melulu ngendon di negeri matador. Mainnya "kurang jauh".
Dalam lingkup timnas Argentina Messi juga rentan hingga sempat pamit undur diri. Jiwa labilnya kambuh di bawah tuntutan membawa pulang Piala Dunia. Juga bayang-bayang legenda Si Tangan Tuhan, Maradona.
Jika sumber mata air masalah ada dalam dirinya maka ke mana pun Messi hijrah di situ pula muncul problem. Ketika energi negatif masih bercokol dalam raga semua hal bisa menjadi sumber penyakit.
Di tangan Guardiola dahulu, Messi bermain bak anak-anak bermain bola. Lepas, tanpa beban karena sang pelatih memberinya kebebasan. Seiring perjalanan waktu dengan tuntutan dan beban harapan yang menginjak pundak, Messi terbukti kian rapuh.
Ada baiknya --mungkin-- ia menenangkan diri dahulu; memikirkan kembali apa yang dibutuhkan nanti saat musim depan menjelang. Siapa tahu Pep Guardiola bukan jawabannya; dan ternyata isyarat tantangan Ronaldo berujung penyesalan. Siapa tahu malah justru Paris Saint Germain akan menjadi pelabuhan karier yang manis.
Atau barangkali Koeman ada benarnya juga, Messi harus lebih dewasa menghadapi kenyataan yang tak lagi 'fleksibel'. Selama ini keistimewaan yang diperoleh telah membuatnya kerdil secara mental.
Inilah yang dikatakan pelatih baru Barcelona, Ronald Koeman, kepada Lionel Messi menurut Diario Ole (metro.co.uk, 26/08/2020):
"Your privileges in the squad are over, you have to do everything for the team. 'I'm going to be inflexible, you have to think about the team".
Sangat jelas pesannya. Secara tersirat Koeman melihat Messi sebagai "masalah" jika tak mau berubah. Pelatih Belanda itu juga menjelaskan otoritasnya dengan tuntutan yang membuat emosi jiwa meledak. Apa yang dikatakannya terlalu pedas di telinga dan menghunjam di jiwa.
Pilihan Messi cuma satu sekarang, beradaptasi lagi; bersama Koeman di Barcelona atau dengan pelatih lain dan tim lain di klub yang baru.Â
Apa pun pilihannya kelak mudah-mudahan kita masih dapat menyaksikan episode berikutnya  the real personal el classico antara Messi vs. CR7. Jika tidak, mungkin kita perlu menunggu beberapa dekade lagi sampai lahir megabintang baru dari 'planet' lain.***