Masih jengkel Riziek Shihab dan FPI-nya dengan ulah Prabowo yang menikung tanpa ngasih lampu sen, tiba-tiba istana mengumumkan kabar mengejutkan. Duo F "musuh berat" Jokowi --Fadli Zon dan Fahri Hamzah-- masuk nominasi penerima Bintang Mahaputra Nararya yang  diberikan hari ini.Â
Sekarang Denny Siregar yang giliran mencibir, ternyata memperoleh penghargaan itu tak sesulit yang ia duga.
Denny Siregar (twitter.com/ @DennySiregar7):
"Akhirnya kita paham, bahwa untuk mendapatkan bintang Mahaputra gak perlu prestasi, gak perlu tauladan, gak perlu sesuatu yang luar biasa yang berguna dan akan dikenang.. Cukup nyinyir di media setiap saat. Gampang ya ternyata.."
Megawati dan Prabowo pernah maju --untuk kalah-- dalam Pilpres 2009 dengan kesepakatan hitam di atas putih seperti yang tertera pada Perjanjian Batu Tulis 16 Mei 2009. Menurut perjanjian tersebut PDIP-Gerindra menyepakati kerjasama untuk memenangkan Megawati-Prabowo dan mendukung pencalonan Prabowo sebagai capres dalam pemilu berikutnya.
Meskipun akhirnya kalah tetapi pengaruh ikrar Batu Tulis tampaknya terus berlanjut. Dalam Pilgub DKI 2012 dukungan Gerindra mampu mengantar kader PDIP Joko Widodo menjadi orang nomor satu di ibu kota. Dan cerita selanjutnya sama-sama kita tahu, akhirnya Jokowilah yang membuyarkan mimpi Prabowo menjadi RI 1 pada Pilpres 2014.
Momentum Pilpres 2014 ini yang lalu menjadi bahan kajian menarik. Apakah tidak mungkin saat itu PDIP-Gerindra "bermain peran" dengan tetap mengusung semangat Batu Tulis 2009 itu.
Asumsi kemungkinan itu adalah, jika pihak PDIP menang maka Gerindra akan dirangkul masuk pemerintahan. Dan sebaliknya begitu pula, jika Gerindra menang maka PDIP yang akan digandeng masuk istana.
Kemungkinan tersebut bukanlah kesimpulan tanpa bukti. Pada saat periode pertama  berkuasa, Jokowi pernah menawarkan posisi cawapres bagi Prabowo menyongsong Pilpres 2019. Tawaran tersebut ternyata tidak berbuah. Prabowo memilih takdirnya untuk bertarung habis-habisan melawan Jokowi demi meraih mimpinya yang nyaris usang didera waktu. Toh tetap sama hasil akhirnya, 2-0 untuk bapaknya Gibran.
Setelah tumbang untuk kedua kalinya, Prabowo menyadari bahwa persepsi kekuatan politiknya tidak terkonfirmasi di dunia nyata. Bahkan mungkin pula Prabowo sudah mafhum peluang kekalahannya sebelum laga. Kita masih ingat lobi Luhut Binsar Panjaitan --tokoh yang dituakan di kubu Jokowi-- untuk meyakinkan Prabowo agar maju pilpres untuk ke sekian kali pada tahun 2019. Bukankah hal yang ganjil jika capres harus diyakinkan untuk maju justru oleh kubu lawannya (kompas.com, 07/04/2018).
Jika kerangka plot Batu Tulis ini melandasi keputusan-keputusan Gerindra-PDIP maka apa yang terlihat anomali di permukaan sebenarnya adalah logika sederhana saja. Riziek Shihab tak perlu kecewa belum dijemput pulang --berharap terlalu banyak pada Prabowo--, Denny Siregar tak usah gumunan. Bintang Mahaputera untuk Fadli Zon bukanlah suatu yang luar biasa dan Prabowo dengan posisi istimewanya tidaklah janggal.