Presiden Jokowi mengeluhkan kinerja menterinya yang tak kunjung membaik secara signifikan. Namun demikian hingga saat ini formasi kabinet masih utuh begitu-begitu saja. Belum ada reshuffle.
Berbicara soal reshuffle pada era Jokowi, Rizal Ramli adalah sosok yang pernah merasakan pahit getirnya dari keputusan yang menjadi hak prerogatif presiden itu. RR diangkat menjadi Menko Kemaritiman dalam waktu yang relatif singkat, hanya sebelas bulan. Mantan aktivis yang dikenal sebagai rajawali ngepret ini masuk kabinet Jokowi 12 Agustus 2015 dan selesai pada peringatan  kudatuli, 27 Juli 2016.
Berkaitan dengan nasib RR sendiri yang diberhentikan di tengah jalan, banyak versi mengulas sebab musababnya. Versi terpopuler adalah karena RR kerap bikin gaduh sehingga kinerja kabinet terganggu. Jokowi pusing dengan ulah RR yang kerap mengganggu teman sekelasnya itu.
Berbeda dengan versi tadi, Adhie M Massardi punya penjelasan sendiri perihal alasan mengapa kang kepret harus out dari istana.
Pemaparan Adhie yang disampaikan kepada redaksi katta.id kemudian menjadi tulisan dengan judul yang cukup meyakinkan bagi kubu oposisi:Â
"Terbongkar! Alasan Rizal Ramli Disingkirkan Jokowi dari Kabinet".
Artikel tersebut lantas dicuit @AdhieMassardi dan dicuit-ulang, antara lain, oleh M Said Didu dan Rizal Ramli sendiri. Waktunya serentak pada hari yang sama dengan rilis artikel, 5 Agustus 2020.
Untuk kita ketahui, Adhie M Massardi adalah mantan jubir Presiden Gus Dur yang saat ini menjadi koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) sekaligus simpatisan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang tempo hari dideklarasikan. Tokoh KAMI antara lain Din Syamsuddin, Rocky Gerung, M Said Didu, Abdullah Hehamahua, dan Refly Harun.
Alasan RR didepak
RR didepak Jokowi bukan karena soal kinerja, kata Adhie.
Menurut penjelasan sebanyak 385 dari 879 (44 persen) kata dalam artikel tadi, RR harus diberhentikan gara-gara Tiongkok tidak suka. Pokok masalah ketidaksukaan Tiongkok --sampai  harus "mengintervensi" kabinet Jokowi-- adalah karena RR menginisiasi pergantian nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Hal itulah yang membuat Beijing murka.
Ada beberapa embelan lain yang menjadi penguat mengapa RR harus digeser. Beberapa isu yang disoal sebagai alasannya yaitu kritikan terhadap proyek listrik 35.000 MW, reklamasi teluk Jakarta, dan pembelian pesawat Airbus oleh Garuda. Akan tetapi uraian tentang inisiasi nama Laut Natuna Utara yang porsinya mencapai 44 persen membuktikan bahwa tekanan Adhie ada pada alasan itu.
Benarkah argumen Adhie Massardi itu?
Sayangnya, fakta-fakta digital  di jagat online kurang mendukung klaim tersebut. Beberapa di antaranya bahkan cukup fatal kalau tidak mau disebut sebagai sebuah pembohongan publik.
Kekeliruan yang jelas terlihat ada dalam kalimat berikut:
Perubahan nama menjadi Laut Natuna Utara dilakukan setelah melalui serangkaian yang dilakukan sejak Oktober 2016 yang dikoordinasikan Rizal dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, khususnya tim perunding perbatasan maritim Indonesia.
Apabila melihat kronologi peralihan jabatan Menko Kemaritiman era Jokowi I jelaslah bahwa fakta itu menyesatkan. RR berhenti menjadi menteri pada Juli 2016 dan selanjutnya kemudi kapal diambil alih LBP yang menjadi nakhoda kemaritiman hingga saat ini.
Penamaan Laut Natuna Utara
Tentang pemberian nama Laut Natuna Utara itu memang sudah menjadi langkah strategis Indonesia dalam politik luar negeri terkait kedaulatan wilayah.Â
Menurut matamatapolitik.com nama Laut Natuna Utara pertama kali diusulkan sebagai "Laut Natuna" oleh Koordinator Satgas 115 Kementerian Kelautan, Mas Achmad Santosa, tanggal 18 Agustus 2016. Usulan itu mendapat dukungan dari Wali Kota Natuna, Hamid Rizal. Nama tersebut kemudian dilengkapi oleh LBP seminggu kemudian menjadi "Laut Natuna Utara" ketika LBP diwawancarai wartawan di Batam.
Sedikit berbeda dengan keterangan di atas, Arif Havas Oegroseno menyebutkan bahwa nama Laut Natuna sudah ditera sejak tahun 2002; yang berarti pada masa Megawati. Akan tetapi dalam penggunaan di lapangan untuk keperluan eksplorasi migas, nama Natuna Utara sudah disebut sejak tahun 1970-an (merdeka.com, 14/ 07/ 2017).
Pada waktu nama baru ditabalkan, kepemimpinan RR di Kemenko Kemaritiman sudah berpindah tangan kepada LBP sekitar setahun sebelumnya yaitu Juli 2016. Demikian pula dengan tahapan-tahapan pengkajian dan penelitian yang melibatkan 21 kementerian dan lembaga terkait yang berlangsung 9 bulan yaitu --memang benar menurut Adhie-- sejak Oktober 2016. Akan tetapi pada waktu itu pun tetap saja berarti RR sudah tiga bulan tidak ngantor lagi, tepatnya sejak 27 Juli .
Kesimpulan, Â tidak mungkin RR yang sudah lengser mengkordinasikan kementerian dan lembaga negara untuk menggolkan nama Laut Natuna Utara yang tidak disukai Tiongkok itu. Klaim Adhie Massardi jelas keliru.
Protes sudah dilayangkan Jakarta. Namun, nota keberatan yang terbang dari kantor Menlu Ali Alatas 1995 tidak digubris Beijing dan klaim sepihak terus berjalan.Â
Menghadapi China, Indonesia kemudian memilih downplaying the issue untuk menjaga hubungan tetap baik walaupun strategi pengabaian klaim mereka tetap dilakukan. Pun begitu hingga 2009-2010 ketika rezim Xi Jinping mendepositkan peta "nine-dash lines" Laut Cina Selatan di laci PBB; masing-masing pihak bergeming. Beijing ngotot, Jakarta juga ngeyel meski belum ada tindakan nyata.
Tiongkok gusar juga pada akhirnya ketika Jokowi melakukan tindakan kongkrit melalui politik penggantian nama pada tahun 2017 itu. Jika dahulu mereka cuek atas nota protes kita, sekarang mereka yang meradang. Gantian Indonesia bisa melenggang dan bersikap masa bodoh. EGP, emang gue pikirin.
Lalu, dalam rentang waktu sengketa Natuna selama 27 tahun sampai ganti nama itu, seberapa penting peran RR yang menjabat Menko Maritim selama 11 bulan?
Arif Havas Oegroseno
Katakanlah inisiasi penggantian nama menjadi Laut Natuna Utara itu memang dilontarkan RR ketika menjabat Menko Kemaritiman. Selanjutnya, gara-gara lontaran itu Xi Jinping gerah dan melobi Jokowi untuk menggeser RR dengan pejabat yang sehaluan dengan mereka.
Jika benar teori Adhie Massardi begitu maka seharusnya pejabat baru yaitu LBP tidak melanjutkan ide RR. Nyatanya, mulai proses persiapan selama 9 bulan hingga pengumuman penggantian nama seluruhnya terjadi pada masa LBP! Jadi apa yang dikatakan Adhie Massardi bahwa RR dipecat karena Tiongkok tidak suka akhirnya batal dengan sendirinya, baik secara logika maupun berdasarkan catatan kronologi.
Pada waktu itu Arif Havas memegang jabatan Deputi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman. Saat ini, selain masih menduduki posisi tersebut Arif juga menjadi Dubes RI di Jerman.
Catatan pendidikan dan kariernya menunjukkan bahwa Arif Havas adalah sosok yang berkompeten mengurus aspek legal wilayah perbatasan. Berikut riwayat jabatan non-kariernya sejak lulus Harvard Law School tahun 1992 yang dikutip dari laman maritim.go.id.
- Presiden Konferensi Negara Pihak Konvensi Hukum Laut Internasional PBB (2010-2011).
- Chief Negotiator Perjanjian Perbatasan, Perjanjian Ekstradisi, Perjanjian MLA, Perjanjian Keamanan RI -- Australia, Resolusi World Ocean Conference Manado.
- Ketua Delegasi Republik Indonesia Submisi Ekstensi Landas Kontinen Republik Indonesia di PBB (2007 -- 2010).
Dengan fakta tersebut semakin jelaslah bahwa di balik keputusan Indonesia dalam penggantian nama Laut Natuna Utara itu ada sosok yang sejak lama mengawalnya dari segi hukum.
Klaim Adhie M Massardi yang membesar-besarkan peran RR sebagai tokoh yang menginisiasi penamaan Laut Natuna Utara tampaknya berlebihan. Sentuhan heroik --sebagai tokoh yang tidak disukai China-- yang disematkan pada RR atas nasib buruknya di-reshuffle Jokowi mungkin benar jika sesuai fakta. Namun niat itu hanya akan memperburuk citra yang bersangkutan jika narasi yang dikemukakan tidak sesuai dengan kenyataan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H