Kondisinya mirip dengan kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam pembelian kapal selam. Indonesia mau beli tapi Korea harus ngasih tutorial kiat-kiat membuat kapal selam yang baik dan benar. Dua kapal yang  dibangun di Korea sudah selesai (KRI Ardadedali dan Nagapasa) dan 206 tenaga ahli kita dikirim untuk belajar. Yang satu lagi (KRI Alugoro) dibikin di Indonesia yang dikerjakan oleh PT PAL.Â
Kapal selam bisa jalan pulang pergi, tetapi pabrik (smelter) masak harus dibuat di China terus dikirim ke Indonesia? Lagi pula tambang nikelnya ada di Sulawesi.
Syarat transfer teknologi itu sudah jadi aturan main kita dalam berbagai bentuk kerjasama bilateral dengan negara lain. Kalau  terus beli built up tanpa ikhtiar bikin sendiri, sampai kapan pun Indonesia tak bisa jadi produsen. Kasusnya seperti impor alat-alat kesehatan yang membuat kita seperti kecanduan narkoba.
Konsekuensi dari kerjasama pengolahan nikel Indonesia-China adalah adanya tenaga kerja asing asal negara tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu yang belum kita kuasai. Jumlah TKA menurut jubir Kemenko Marves, Jodi Mahardi, yaitu sebanyak 5.500 di Morowali (12%) dan di Konawe sebanyak 706 (6,3%). Penambahan 500 TKA yang Juni atau Juli ini akan didatangkan ke Konawe bertujuan untuk mempercepat pembangunan smelter (kompas.com, 28/ 05/ 2020).
Jodi Mahardi, jubir Menko Marves:
"Saya akan bicara apa adanya saja. Rencana kehadiran 500 TKA China sekitar akhir Juni atau awal Juli adalah untuk mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace) dari China."
Isu TKA China itulah yang kemudian diolah dengan bumbu isu PKI dan demo RUU HIP, seolah-olah Indonesia akan segera menjadi komunis.
Fitnah tersebut tentu terang-terangan melecehkan TNI dan ormas NU yang dianggap seolah-olah bodoh dalam pemahaman ideologi. Pemerintahan Jokowi didukung penuh TNI-Polri dan K.H Maruf Amin adalah sesepuh NU. Bagaimana mungkin mereka berdiam diri menghadapi ancaman ideologi, juga elemen-elemen bangsa yang lainnya.
Justru yang sedang nyata terjadi adalah perlawanan terhadap pemerintahan yang sah oleh gerakan pro khilafah yang tak segan melancarkan teror. Hingga saat ini serangan terhadap aparat terus terjadi. Tak hanya aparat setingkat Polsek atau Polres, bahkan setingkat mantan panglima yaitu Jenderal (Purn.) Wiranto sempat jadi korban serangan.
Isu komunisme hanyalah tunggangan sekelompok elit yang kepentingannya terganggu; atau terancam tergusur; atau yang kejahatan masa lalunya terancam diadili semisal kasus korupsi triliunan rupiah. Warga negara yang masih waras harus jeli memilah isu dan intrik-intrik di balik itu.
Indonesia harus berjuang keras agar industri-industri strategis dapat dikuasai secara mandiri. Pengolahan bijih nikel menjadi produk bernilai tinggi dan perintisan industri baterai lithium adalah salah satu dari sekian banyak di antaranya. Serangan politik terhadap pejabat-pejabat terkait  yang berkomitmen mewujudkannya perlu kita cermati dengan selidik: dari siapa atau kelompok mana; kemudian apa kepentingannya.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H