Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Juni dan Pertarungan Eksistensi Dua Presiden Gemini

9 Juni 2020   06:26 Diperbarui: 10 Juni 2020   13:06 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI yang berisi penyampaian gagasan Pancasila sebagai dasar negara (wartakota.tribunnews.com).

Bekal gelar bapak pembangunan yang dimiliki Suharto tidak secara serta merta memberikan ruang tafsir bagi lahirnya ideologi Suhartoisme; betapa pun gigihnya ia berusaha menyatu dengan Pancasila.

Pada masa berkuasanya dahulu, Suharto begitu berusaha menjadikan Pancasila sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan. Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal, kemudian penataran P4 yang sangat massif di seluruh Indonesia adalah sederet langkah Suharto untuk menguasai ruang tafsir Pancasila. Tetapi hal itu tidak berlaku lagi pada era pascareformasi. Setiap pembicaraan mengenai Pancasila ujung-ujungnya selalu berakhir di sosok Sukarno.

Sandaran politik utama (jika boleh dikatakan demikian) saat ini bagi trah Cendana adalah dengan menumpang Gerindra yang didirikan Prabowo Subianto, mantan menantu Suharto. Lewat Gerindra masih bisa sekadar titip pesan hadir, misalnya tradisi duet foto Prabowo-Titiek dalam kampanye pilpres 2014 dan 2019 lalu.

Fadli Zon dan Suharto (twitter.com/ @fadlizon).
Fadli Zon dan Suharto (twitter.com/ @fadlizon).
Meskipun sekarang Prabowo sudah menjadi menteri Jokowi, tetapi di dalam masih ada Fadli Zon yang merupakan fans berat Suharto. Waketum Gerindra ini selalu akomodatif terhadap kepentingan yang berkaitan dengan idolanya tersebut. Salah satu contohnya adalah gagasan menjadikan Suharto sebagai pahlawan nasional.

Keseruan pertarungan eksistensi antara Sukarno dan Suharto tampaknya  akan menjadi menu baru sajian politik setiap Juni. Meski terus-terusan didera kekurangan personal, Cendana akan terus berjuang menyampaikan narasi Suharto menurut versi sejarahnya sendiri.

Semakin menarik tentunya jika kedua belah pihak beradu fakta dan data. Sekalian memperkaya bahan pembelajaran sejarah republik bagi seluruh warga. Tanpa catatan ilmiah sengketa politik hanya akan berujung hasutan dan fitnah yang berbahaya. Ustad Tengku Zul pasti paham konsekuensinya menurut agama.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun