Sebagai  sebuah negara demokratis, dialektika antara kebebasan mengkritik dengan  batas rambu-rambu hukumnya  adalah pendulum penunjuk arah bernegara yang penting. Kita bergerak ke arah kultur otoriter pembungkaman kritik, ataukah ke arah chaos kebebasan  berpendapat yang nihilistik dan destruktif.
Tiga kritik berbeda terhadap tiga orang/ lembaga yang mencuat belakangan ini cukup serius untuk kita sikapi.
Pertama, kritik M Said Didu terhadap Menteri Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Kedua, kritik Denny Siregar terhadap elite Partai Demokrat. Dan ketiga, kritik Najwa Shihab terhadap DPR.
Dari ketiga kasus kritik yang berbuntut panjang tersebut,  persoalan antara Najwa dengan  DPR adalah yang terburuk. Arteria Dahlan (politisi PDIP) dan Habiburakhman (politisi Gerindra) yang bereaksi berlebihan terhadap kritik presenter kondang tersebut adalah sinyal iklim demokrasi yang tidak sehat.  Ada nuansa represifitas institusi negara terhadap  warga melalui ancaman membuka aib dan tuntutan hukum terhadap Najwa.Â
Perseteruan itu sendiri berawal dari kritik presenter Narasi TV tersebut yang menganggap agenda-agenda pembahasan di DPR kurang peka terhadap krisis Covid-19.
Kritik Said Didu dan Denny Siregar, hukum sebagai pengadil
Kasus M Said Didu dengan LBP berujung tuntutan hukum yang dilayangkan LBP kepada mantan sekretaris menteri BUMN tersebut.
LBP tidak terima fitnah Said Didu yang menyatakan ia menekan Menkeu Sri Mulyani untuk tidak mengganggu pos anggaran ibu kota baru. Permintaan somasi yang diabaikan oleh Said Didu membuat LBP mantap membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Namun ketika pemanggilan dilakukan oleh Polri Senin (04 Mei) kemarin, Said Didu mangkir dengan alasan PSBB. Pemanggilan kedua, mengutip  cnnindonesia.com, akan dilakukan tanggal 11 Mei 2020 nanti.
Artikel sebelumnya: Surat terbuka Jenderal LuhutÂ
Kasus kedua yaitu antara Denny Siregar dengan Demokrat berawal dari kritikan atas publikasi surat terbuka Almira Tunggadewi, anak  Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Surat  berisi permintaan lockdown kepada Presiden Jokowi dianggap netizen sebagai topik yang terlalu berat untuk dicerna anak-anak. Pihak keluarga AHY sendiri  mengatakan bahwa surat terbuka Almira untuk Jokowi adalah tugas sekolah.
Lewat cuitan di twitter, Denny menilai bahwa Demokrat berlebihan dengan mengerahkan  3 generasi keluarga pimpinan partai untuk mengkritik pemerintah dalam penanganan pandemi corona. Mulai dari mantan presiden sebagai pendiri partai, SBY; kemudian ketum partai saat ini, AHY; dan kemudian anak AHY sekaligus cucu SBY.
Denny Siregar (twitter.com/ @Dennysiregar7):
Bapak udah. Anak udah juga. Sekarang cucu juga dikerahkan.. Kalo ada cicit, cicit juga bisa ikutan minta lockdown..Â