Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lawan Corona Perlu Juga Strategi Menyerang, Jangan Terus Andalkan PSBB

2 Mei 2020   06:49 Diperbarui: 2 Mei 2020   07:02 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas di sekolah yang sudah kembali dibuka di Taiwan saat pandemi global masih berlangsung, guru dan siswa mengenakan masker dan pelindung wajah (time.com).

Perlu kita camkan baik-baik, vaksin dan obat corona yang ada masih jauh dari 90 % kemanjurannya. Yang sedang berjalan saat ini adalah pengobatan yang masih perlu uji klinis. Perlu 1-2 tahun paling cepat hingga dapat diproduksi secara massal. Lalu selama 1-2 tahun itu, atas nama PSBB, apakah kita hanya akan berpangku tangan makan subsidi dari pemerintah?

Dengan membuat peraturan orang tinggal di rumah maka konsekuensi logisnya adalah kebutuhan pangan harus tercukupi. Karena tidak produktif maka sumber daya cadangan pun akan habis. Jika tidak punya simpanan maka negaralah yang harus turun dana talangan.

Tapi sampai kapan negara punya uang jika rakyat tidak bekerja?

Karena perang lawan corona toh perlu biaya; maka logika yang  masuk akal adalah kita juga harus tetap produktif berkarya. Tidak ada badan internasional atau negara kaya yang akan jadi donor gratisan, semua ada imbalannya. Dalam rangka menjaga produktivitas itulah kita perlu merumuskan strategi  selektif.

Rumus dasarnya adalah  mengurung warga terinfeksi atau memblokade zona merah, dan beri peluang warga sehat untuk  terus produktif bekerja. Sinar matahari dan air yang melimpah dan lahan luas bisa diolah menjadi berkah. Tetapi kita harus mengerjakan itu  di lapangan, tidak bisa terus-terusan kita WFH.

Aktivitas di sekolah yang sudah kembali dibuka di Taiwan saat pandemi global masih berlangsung, guru dan siswa mengenakan masker dan pelindung wajah (time.com).
Aktivitas di sekolah yang sudah kembali dibuka di Taiwan saat pandemi global masih berlangsung, guru dan siswa mengenakan masker dan pelindung wajah (time.com).
PSBB bisa memburu 'tersangka' positif corona dengan tes masal secara kontinyu. Tetapi apakah PSBB bisa mendeteksi OTG (orang tanpa gejala) atau PDP (pasien dalam pemantauan) yang berbohong menyembunyikan statusnya?

Di Yogyakarta 53 tenaga medis harus jalani tes swab corona karena ulah mereka. Di RS Kariadi Semarang 46 tenaga medis terkonfirmasi positif corona. Juga ada kasus serupa di Grobogan dan Pelalawan, Riau.  Di Surabaya muncul juga di pabrik rokok, bukan di rumah sakit. Jangan-jangan di zona PSBB pun ada pula, namun tersamarkan karena status zona sudah terlanjur merah.

Lolosnya pasien pembohong itu terjadi karena dengan sederet aturan dan prosedur membuat kita berpikir bahwa semua lancar dan orang-orang paham. Auto-husnuzon, lupa untuk selalu pasang mode curiga atau skeptis. Padahal, naluri untuk bersikap curigation saat ini sedang dibutuhkan dan bisa menyelamatkan. Karena virus pandai sembunyi dan pasien bisa tega berdusta maka staf medis/ paramedis perlu  bekal jiwa detektif untuk mengungkap  pengelabuan mereka.

Di luar persoalan di atas; para akademisi, IDI dan institusi-institusi kesehatan lain harus sinergi bersicepat menemukan obat lewat kajian klinis. Khusus untuk  orang Indonesia.

Apa yang mujarab di India belum tentu cocok dengan orang Jakarta; strain virusnya mungkin beda. Vaksin produksi Amerika belum pasti aman bagi kita karena genetika bangsa-bangsa  tak seutuhnya identik. Itulah pentingnya uji klinis yang saat ini prosedurnya sudah di-shortcut sedemikian parah; dari normal  waktu 5-10 tahun diakselerasi  jadi cuma 1-2 tahun.

Bill Gates tentang ketersediaan vaksin corona (fortune.com, 27/04/2020):

"If everything went perfectly, we'd be in scale manufacturing within a year. It could be as long as two years."

Data pasien yang meninggal memang perlu, tetapi kita tidak bisa terus menunggui kuburan menghitung jumlah galian. Bukankah 1 nyawa hilang katanya adalah tragedi, lalu mengapa kita tidak fokus menyelamatkan pasien yang sedang dalam perawatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun